Masalah di dua daerah mirip. Sebenarnya bukan karena ketersediaan anggaran, tetapi relasi antara kepala daerah dengan KPU-nya ada nuansa lain, katanya
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menjelaskan secara spesifik penyebab belum ditandatanganinya Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) terkait penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020.

"Lima daerah ini memang punya masalah yang agak spesifik dibandingkan beberapa daerah lain yang kemarin difasilitasi Kemendagri dan mencapai titik temu," kata Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi di Jakarta, Selasa.

Hal tersebut disampaikannya saat konferensi pers tentang kesiapan penyelenggaraan Pilkada serentak 2020 yang berlangsung di Kantor KPU RI, Jakarta.

Namun, kata Pramono, permasalahan itu bisa dikelompokkan, seperti di Kabupaten Solok, Solok Selatan, dan Tanah Datar yang sama-sama terletak di Provinsi Sumatra Barat.

Baca juga: Pilkada 2020, lima daerah belum teken NPHD

"Ada tiga kabupaten/kota di Sumbar, yakni Solok, Solok Selatan, dan Tanah Datar. Ini masalahnya mirip sebenarnya, antara usulan KPU dengan anggaran yang dipatok pemerintah daerah gap-nya masih terlalu jauh," jelasnya.

Untuk Kabupaten Solok Selatan, kata dia, KPU setempat awalnya mengusulkan anggaran sebesar Rp27 miliar, tetapi sejak awal pemda setempat hanya mematok pada angka Rp14 miliar.

"Padahal, ketika pembahasan teman-teman KPU bersedia menurunkan di angka Rp23 miliar, tetapi pemda sama sekali tidak mau naikkan. Karena kalau tetap di angka itu, tidak mencukupi," katanya.

Untuk Kabupaten Solok, lanjut Pramono, KPU sebelumnya juga mengusulkan anggaran Rp31 miliar, kemudian bersedia menurunkan menjadi Rp27 miliar. Namun, pemda masih mematok pada angka Rp17 miliar.

Baca juga: Gubernur keluar negeri, penandatanganan NPHD Bawaslu Sumbar tertunda

"Kemudian, Kabupaten Tanah Datar gap-nya tidak terlalu jauh antara usulan KPU, yakni Rp33,5 miliar, sementara pemda mematok Rp26 miliar," ujarnya.

Khusus di tiga daerah itu, ia melihat pemdanya kurang responsif dalam membahas persoalan anggaran secara terbuka dengan KPU kabupaten/kota karena langsung mematok anggaran di angka sekian.

Namun, Pramono menjelaskan, persoalannya berbeda dengan dua kabupaten lain, yakni Simalungun di Provinsi Sumatra Utara dan Pangkajene Kepulauan di Sulawesi Selatan.

"Masalah di dua daerah mirip. Sebenarnya bukan karena ketersediaan anggaran, tetapi relasi antara kepala daerah dengan KPU-nya ada nuansa lain," katanya.

Untuk Simalungun, kata dia, permasalahan yang terjadi merupakan imbas dari Pemilihan Gubernur Sumut 2013 karena bupatinya yang sekarang pernah tidak diloloskan sebagai pasangan calon oleh KPU setempat.

Baca juga: Kemendagri-KPU RI diingatkan bersikap tegas soal keterlambatan NPHD

Demikian pula dengan Kabupaten Pangkajene Kepulauan, kata dia, persoalannya bukan ketersediaan anggaran, tetapi lebih ke relasi kepala daerah setempat dengan penyelenggara pemilu.

"Kalau mengajukan anggaran seperti ini kan komunikasinya lewat informal, tidak usah membuat pernyataan bernada menyerang di media sehingga ada ketersinggungan antara kepala daerah dengan penyelenggara pemilunya, baik KPU maupun Bawaslu," katanya.

Ketua KPU Arief Budiman menyebutkan ada lima daerah yang belum menyelesaikan NPHD terkait penyelenggaraan Pilkada serentak 2020, dari total 270 daerah yang menyelenggarakan pesta demokrasi lokal itu.

Pada 2020, ada 270 daerah yang akan menyelenggarakan pilkada secara serentak di Indonesia, terdiri atas sembilan provinsi dan 261 kabupaten/kota.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Edy Supriyadi
Copyright © ANTARA 2019