Oleh Kasriadi Palangkaraya (ANTARA News) - Siang hari seperti biasa, Suta pergi ke hutan di sekitar tempat tinggalnya di Desa Butong Kecamatan Teweh Tengah Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah melihat perangkap (jerat) yang dipasang untuk menangkap babi. Berburu babi dengan jebakan merupakan pekerjaan rutinnya selain sebagai petani karet, namun saat melihat alat perangkap tradisional yang disebut warga setempat jipah itu bukannya hewan babi yang terkena perangkap melainkan seekor binatang yang kulitnya bercorak awan (bulat-bulat) berwarna abu-abu dengan panjang tubuh satu meter. "Saat saya melepas dari jerat perangkap, binatang itu tanpa meronta padahal taringnya cukup panjang sekitar 10 cm," kata Suta lelaki berusia 40 tahun itu yang tinggal di RT 5 Desa Butong. Binatang itu kemudian dibawanya ke desanya berjarak tiga kilometer menggunakan tas terbuat dari rotan yang ditaruh dipunggung (lanjung) biasa dijadikan alat untuk mengangkut hasil kebun warga setempat. Tertangkapnya binatang liar yang ternyata macan dahan (neofelis diardi) itu langsung membuat gempar masyarakat di sekitar tempat tinggalnya yang tidak jauh dari SDN-1 Butong. Macan dahan hidup dari pohon ke pohon di dalam hutan lebat. Semula binatang itu akan diserahkan kepada Pemkab Barito Utara untuk dipelihara, namun tiga hari setelah ditangkap, macan itu telah melarikan diri dengan cara merusak papan kayu yang dijadikan kurungan dan diletakkan di bawah rumah. Padahal, Suta tengah mempersiapkan sangkar yang dibuat dari besi namun binatang itu hilang tanpa diketahui keberadaannya lagi. Sementara itu, Alwis Gandrung, seorang warga Muara Teweh, mengatakan bahwa kepercayaan masyarakat setempat tertangkapnya hewan langka berjenis kelamin jantan yang disebut satua panjang buntut atau binatang panjang ekor oleh warga suku Dayak setempat sebagai tanda kenaasan atau sial baik bagi penemu maupun binatang tersebut. Menurut dia, binatang ini sulit ditemukan sehingga bagi orang yang bisa mendapatkannya berarti binatang tersebut mengalami sial atau disebut warga setempat dengan nama kepuhunan. Bahkan, orang Dayak mempercayai binatang itu merupakan hewan jadi-jadian atau mahluk halus dan baru kali ini macan dahan bisa ditangkap, kata Alwis. Sesuai kepercayaan suku Dayak, macan dahan yang berhasil ditangkap warga berarti binatang itu mengalami sial. Sedangkan, orang yang sedang berada dalam hutan dan melihat binatang tersebut, namun macan dahan keburu lari maka warga tersebut yang kena naas atau musibah seperti terjangkit penyakit. Secara terpisah, Yusuf Trismanto, Kepala Kantor Seksi Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Wilayah IV Muara Teweh mengatakan populasi salah satu binatang buas ini sudah mulai terancam karena hutan yang selama ini menjadi habitatnya sudah banyak tergusur dijadikan kawasan perkebunan, kegiatan perusahaan HPH maupun pertambangan. Mungkin karena kelaparan tidak menemukan binatang lain yang biasa menjadi santapan, macan dahan pun yang selalu hidup di atas pohon itu harus turun ke tanah guna mencari makanan. Yusuf Trismanto mengatakan, kalau memang binatang itu terancam habitatnya bukan berarti akibat perburuan atau dibunuh, karena selama ini macan dahan sulit ditemukan dan keberadaannya tidak terlacak. "Kalau binatang itu terancam punah, tidak disebabkan perburuan karena selama ini tidak pernah terdengar orang menemukan binatang tersebut lalu membunuhnya," jelas Yusuf. Menurut dia, populasi macan dahan di Kabupaten Barito Utara saat ada di kawasan perkebunan kelapa sawit PT Antang Ganda Utama terutama di wilayah kebun kemitraan di Desa Rarawa Kecamatan Gunung Timang. Di wilayah itu, warga sering melihat macan dahan, bahkan masyarakat takut pergi ke hutan seorang diri, karena binatang itu tubuhnya cukup besar, bahkan binatang itu kelaparan dengan memakan ternak babi warga setempat. Selain itu, macan dahan pernah terlacak di kawasan perkebunan sawit PT Berjaya Agro Kalimantan dan kawasan Cagar Alam Pararawen wilayah Desa Lemo Kecamatan Teweh Tengah. Yusuf Trismanto menyatakan, secara ekologi keberadaan macan dahan di daerah ini memang ada, namun sekarang sulit ditemukan. "Hewan ini sangat langka karena kita biasanya hanya menemukan jejak atau laporan petugas dan warga masyarakat yang pernah melihatnya," katanya. Namun, Yusuf sangat terkejut dengan ditangkapnya macan dahan oleh warga Desa Butong yang selama ini lebih banyak mendengar kisahnya baik melalui petugas di lapangan maupun masyarakat ketimbang melihat sendiri. "Setelah saya melihat foto yang diambil melalui kamera ponsel oleh warga setempat ternyata memang besar dan hal ini memang kejadian langka apalagi sampai bisa ditangkap," ujarnya. Sementara itu, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalteng, Mega Haryanto, menyatakan pihaknya masih berupaya menelusuri populasi macan dahan yang diperkirakan semakin jarang ditemukan. Di Kalteng macan dahan masih bisa ditemukan seperti di Taman Nasional Sebangau, Taman Nasional Tanjung Puting, Kabupaten Kotawaringin Barat, dan Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya, Kabupaten Kotawaringin Timur. Selain itu di daerah lain juga diketahui memiliki habitat macan dahan dalam jumlah kecil seperti di Cagar Alam Sapat Hawung, Pararawen, Suaka Margasatwa Lamandau, Hutan Lindung Bukit Bantikap, dan Blok E kawasan Pengembangan Lahan Gambut. "Secara pasti belum diketahui habitat dan jumlahnya. Kami masih melakukan penelusuran jejak, karena macan dahan termasuk hewan langka," ujarnya. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalteng memasang kamera di lokasi lembaga penelitian di dalam hutan Taman Nasional Sebangau, Kalteng dan belum lama ini merekam foto seekor macan dahan. Foto serupa di habitat aslinya, juga sempat beberapa kali terekam, termasuk kemunculan macan dahan di daerah hutan dan jembatan kanal air yang biasa dilintasi manusia di wilayah itu. "Populasinya dari dulu tidak diketahui, meski keberadaannya sering terlihat di sejumlah daerah konservasi di Kalteng," kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalteng, Mega Haryanto. Macan dahan termasuk dari ratusan jenis hewan langka yang dilindungi UU No 55/1995 tentang Konservasi dan Sumber Daya Hayati. Dalam Undang-Undang tersebut Pasal 40 mengatur jelas semua orang dilarang menangkap dan memiliki hewan-hewan langka. Satwa khas Kalimantan itu sebelumnya disebut dengan nama spesies Neofelis nebulosa, namun sejak tahun lalu diubah menjadi Neofelis diardi karena hasil tes DNA menunjukkan, macan dahan asal Indonesia itu memiliki banyak perbedaan sifat genetik dengan macan dahan sejenis yang tersebar di Benua Asia. Mengacu data World Wildlife Fund (WWF), macan dahan yang baru diklasifikasikan sebagai spesies baru itu diperkirakan tersisa antara 5.000 hingga 11.000 ribu di Kalimantan dan antara 3.000 hingga 7.000 di Sumatera. Hewan langka itu memiliki corak seperti awan yang kecil, corak bergaris ganda di punggung, dan warna rambut berwarna abu-abu yang lebih gelap daripada spesies sejenisnya. Neofelis diardi merupakan predator utama di hutan Kalimantan, dengan makanan monyet, rusa, burung, dan kadal. Ukuran gigi taring terhadap tubuhnya tergolong paling panjang di antara kucing lainnya. Harapan hidupnya kini hanya tersisa di kawasan Heart of Borneo, hutan tropis di bagian tengah Borneo seluas 220 ribu kilometer persegi yang telah ditetapkan pemerintah Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam sebagai kawasan konservasi. (*)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008