Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi, Edwin Sinaga mengatakan, laju inflasi tahunan yang mencapai 11,85 persen akan mendorong Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan suku bunga acuan (BI Rate) yang saat ini mencapai 9 persen.
"BI diperkirakan kembali menaikkan bunga BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 9,25 persen untuk menekan inflasi yang terus melaju di atas target pemerintah sebesar 11,2 persen," katanya di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan, kenaikan BI Rate ini diharapkan dapat mendorong masuknya investor asing untuk menempatkan dananya di pasar uang Indonesia.
"Karena sebagian besar investor asing telah mengambil dananya yang telah dialihkan ke pasar lain yang lebih menguntungkan," kata Edwin yang juga Predir Finan Corporindo.
Kenaikan BI Rate itu, menurut dia, akan memicu rupiah kembali membaik setelah beberapa hari lalu terpuruk hingga mendekati angka Rp9.200 per dolar AS.
"Kalau rupiah menembus di atas angka Rp9.200 per dolar AS hal ini sangat mengkhawatirkan," katanya.
Ia mengatakan, BI kemungkinan akan berusaha untuk menjaga rupiah tidak menembus angka Rp9.200 per dolar AS dengan melepas cadangan dolarnya.
"Kami memperkirakan BI akan masuk pasar dan melakukan intervensi dengan melepas cadangan dolarnya untuk menahan rupiah terpuruk lebih jauh," katanya.
Rupiah berada dalam posisi yang aman apabila berkisar antara Rp9.150 sampai Rp9.175 per dolar AS, namun sampai menembus angka Rp9.200 per dolar AS biasanya rupiah akan terus terpuruk.
Posisi rupiah yang mencapai level Rp9.195 per dolar AS sudah sangat mengkhawatirkan akibat rumours inflasi yang tinggi, ujarnya.
Inflasi, menurut dia, akan dapat mencapai angka 12 persen, karena berbagai faktor negatif yang terjadi di dalam negeri sangat memungkinkan mendorongnya ke arah angka tersebut.
Inflasi tak lagi dipengaruhi oleh dampak kenaikan harga BBM. "Dampak kenaikan BBM sudah tidak ada yang ada kenaikan harga gas," katanya.
Ia menyayangkan dinaikkannya harga gas pada saat masyarakat harus menanggung kenaikan harga BBM.
"Ini kurang produktif dan justru kontra produktif. Meski harga gas pada akhirnya disesuaikan, namun saya kira tidak dalam tahun-tahun ini," katanya.
Untuk mengerem tingkat inflasi agar tidak berlebihan, menurut dia, pemerintah harus mempersiapkan diri untuk mengamankan pasokan barang dan memperbaiki distribusi barang terutama pada bulan September dan Desember yang akan terjadi inflasi musiman.
"Terutama untuk puasa dan lebaran ini," katanya.
BI rate
Edwin Sinaga mengatakan, bunga BI Rate sampai akhir tahun ini diperkirakan akan mencapai 9,75 persen yang terpicu oleh laju inflasi yang terus menguat, akibat berbagai tekanan internal terutama pada hari-hari keagamaan.
"Karena masyarakat pada acara keagamaan sangat konsumtif membelanjakan uang setelah mendapat tunjangan hari raya, yang berarti akan ada kelebihan likuiditas di masayrakat untuk kemudian dibelanjakan," katanya.
Menurut dia, tingkah laku masyarakat yang membelanjakan dana lebihnya itu susah untuk dicegah, sehingga kondisi itu yang dimanfaatkan pedagang untuk menaikkan harga meski pasokan cukup, dan akhirnya akan mendorong inflasi di bulan berikutnya.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008