Bandung (ANTARA News) - Kasus dugaan korupsi di tubuh PT Telkom terkait kasus interkoneksi dan investasi fiktif yang sudah beberapa kali ditolak Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar) terancam dikeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Hal itu karena Kejati Jabar tidak menemukan unsur kesalahan yang dilakukan direksi PT Telkom dalam kasus tersebut. "Berdasarkan Undang Undang Korupsi yang kami ajukan hasilnya mentah, karena jaksa tidak menemukan kesalahan direksi PT Telkom atas kasus tersebut. Jika direksi tidak kena, otomatis yang lain juga tidak kena," kata Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jabar, Irjen Pol Susno Duadji, kepada wartawan, di Bandung, Jumat. Menurut Kapolda Jabar, Undang Undang Telekomunikasi yang diajukan untuk menjerat para tersangka juga tidak tepat, dan sulit untuk dimajukan ke pengadilan. "Kasus itu terjadi dua tahun sebelum UU Telkom diberlakukan. Jadi mereka tidak bisa dijerat dengan aturan hukum itu," ujar Kapolda. Namun demikian, menurut dia, bukan berarti Polda Jabar menghentikan proses penyidikan. "Kami masih koordinasi sama jaksa soal undang-undang yang bisa menjerat para tersangka. Tapi, kalau memang tidak ada alat yang bisa menghukum orang itu, kita harus adil juga, untuk membebaskannya. Itu keuntungan bagi mereka," ujarnya. Kapolda Jabar berpendapat, jika kasus itu masih juga mentok, maka Polda Jabar tetap bersikeras akan melimpahkan kasus interkoneksi dan investasi fiktif PT Telkom ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk disidik lebih lanjut. Langkah itu bisa menjadi langkah terakhir mengungkap kasus tersebut. Hal itu pernah diungkapkan Kapolda Jabar pada awal Maret 2008. Dalam kasus interkoneksi, Polda Jabar telah menetapkan sembilan tersangka, antara lain JS (eks Dirut Mobisel), RM (mantan Direktur HRD Mobisel), EPM (eks Kaporbis VoIP PT Telkom TBk), KS (eks Dir Op Sar PT Telkom Tbk), DS (eks Div Net PT Telkom Tbk), BS (eks Dirut Napsindo), GSSP (eks Dirut Napsindo), dan JW (eks Dir Op Sar PT Telkom). Negara dirugikan sekira Rp66 miliar lantaran kasus tersebut. Selain melanggar UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Korupsi, praktek interkoneksi Voice over Internet Protocol/VoIP tanpa ijin itu juga dinilai melanggar UU Telkom Nomor 36 tahun 1999 pasal 11. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008