Baghdad (ANTARA News) - Arab Saudi akan memulangkan semua tawanan Irak di penjara Saudi berdasar perjanjian baru, penasehat keamanan nasional Irak mengatakan Selasa, langkah yang dapat membantu dengan pelan hubungan yang menghangat antara kedua negara. Perjanjian itu, yang ditandatangani pada saat kunjungan penasehat keamanan nasional Mowaffaq al-Rubaie ke Arab Saudi awal bulan ini, akan memulangkan ke434 warga Irak yang ditahan di penjara Saudi. "Itu langkah ke depan yang sangat besar dalam hubungan kami dengan Arab Saudi," Rubaie mengatakan dalam wawancara melalui telpon. Perjanjian itu harus disetujui oleh kabinet Irak dan parlemennya, ia menambahkan. Rubaie melukiskan tawanan Irak yang ditahan di Arab Saudi sebagai pedagang obat bius, warga Irak yang menyeberang ke kerajaan Teluk itu dengan tidak sah, dan kejahatan lainnya, termasuk "terorisme". Ia mengatakan orang yang telah menjalani kurang dari separuh hukuman mereka akan ditempatkan ke dalam penjara Irak, dan sisanya akan dibebaskan. Perjanjian itu tiba ketika pemerintah pimpinan-Syiah Perdana Menteri Nuri al-Maliki, yang mengharapkan untuk memanfaatkan penurunan cepat dalam kekerasan di Irak, untuk dengan pelan membina kembali hubungan diplomatik makin dalam dengan tetangga Arabnya yang kebanyakan pimpinan-Sunni. Meskipun ada tekanan Washington pada sekutu Arabnya untuk merangkul Baghdad sepenuhnya, tetangga Irak melangkah dengan hati-hati. Bulan lalu, Raja Jordania Abdullah menjadi pemimpin Arab pertama yang berkunjung ke Irak sejak serangan pimpinan-AS untuk menjatuhkan Saddam Hussein 2003. Ia diikuti oleh PM Libanon Fouad Siniora, dan para pejabat Irak mengatakan bahwa perdana menteri Kuwait akan berkunjung ke Irak setelah bulan suci umat Islam Ramadhan. "Perjanjian politik pemerintah Irak dengan tetangganya -- dan Arab Saudi adalah salah satu tetangga besar kami, kami membagi 860 Km perbatasan dengan mereka -- saya kira ini keberhasailan yang sangat besar," kata Rubaie. Beberapa pejabat mengatakan Arab Saudi dapat membuka kembali kedutaan besar di Baghdad tak lama lagi. "Itu akan terjadi segera, khususnya setelah penurunan sungguh-sungguh dalam kekerasan," kata Rubaie. Setelah Irak menyerang Kuwait 1990, Riyadh ikut koalisi pimpinan-AS yang mengusir Irak dari negara Teluk kecil itu tahun berikutnya. Arab Saudi, dengan cadangan minyak terbesar di dunia, telah lama menjadi salah satu sekutu terdekat Washington di kawasan itu. Namun Arab Saudi, negara yang sebagian besar warganya Arab Sunni, menjauhkan diri dari pemerintah Maliki sejak 2003. Dalam kunjungan itu, Rubaie bertemu dengan Menteri dalam Negeri Pangeran Nayef bin Abdul-Aziz dan kepala intelijen Pangeran Muqrin bin Abdul-Aziz, kata kantor Rubaie dalam satu pernyataan, demikian Reuters.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008