Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) meminta Undang-Undang (UU) Migas Nomor 22 tahun 2001 dicabut sebagai upaya penyelamatan kekayaan negara di sektor migas. Ketua Aspermigas Effendi Siradjuddin mengatakan, UU Nomor 22 yang sarat dengan infiltrasi imperialis asing gaya baru harus dicabut untuk menghentikan upaya-upaya pencaplokan aset migas oleh asing. "Setelah UU 22/2001 dicabut, kita kembali ke UU No 8/1971 tentang Perusahaan Minyak dan Gas Bumi Negara serta Perpu No.44/1960," kata dia di Jakarta, Rabu. Amandemen UU Nomor 22 2001 yang tengah berjalan di DPR RI, menurutnya, tidak akan menyelesaikan masalah karena sejak awal peraturan itu dibuat di bawah pengaruh anasir asing yang pro konsensus Washington. Oleh karenanya, wajar jika UU tersebut sangat liberal dan memudahkan tercapainya cita-cita mereka mencaplok aset-aset negara, terutama aset migas. Beberapa alasan agar UU itu dicabut adalah, pertama migas tidak diperlakukan sebagai bahan galian strategis negara dalam UU tersebut. Migas diperlakukan hanya sebagai bahan galian tambang biasa, seperti bahan-bahan galian tambang yang lain. Kedua, ketentuan "lex specialist" pasal 15 UU No.8/1971 dicabut diganti dengan pasal 31 UU No.22/2001 yang mengikuti UU pajak umum. "Ini yang membuat investasi dan produksi menurun," kata Effendi. Yang tidak kalah penting, UU 22/2001 juga telah menghilangkan kemauan politik (political will) terkait pentingnya menciptakan kemandirian di bidang migas atau agar migas ditangani bangsa sendiri. Padahal, ketentuan yang menghindarkan ketergantungan pada asing itu jelas diatur dalam Perpu 44/1960 dan UU 8/1971. (*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008