Tokyo (ANTARA News) - Setelah naik pentas di beberapa kota besar di Jepang, seperti Osaka, Nagoya, Kyoto, dan Matsue, kini giliran Tokyo yang dibuat terpana oleh penampilan sang legenda tari Bali, Ni Ketut Cenik, yang membawakan tarian "Joged Pingitan". Ungkapan seperti "Sugoi" (luar biasa, hebat" ataupun `amazing" (menakjubkan) banyak keluar dari bibir para penonton yang baru saja menyaksikan penampilan Ni Ketut Cenik di sebuah aula di gedung Bunka-Hoso, Tokyo, Selasa malam. Sambil bertepuk tangan yang cukup lama, para penonton itu bangun dari kursinya dengan terus menatap ke arah Ni Ketut Cenin, yang bersama kelompoknya, perlahan-lahan meninggalkan panggung. Selama dua jam, sang empu tari, bersama cucunya, Ni Wayan Sekariani dan cicitnya, Sri Maharyeni, membawakan tarian sakral "Joged Pingitan". Sebuah tarian yang kian langka di Bali, karena hanya bisa disaksikan di dua desa saja, Desa Tegunungan dan Desa Sukawati. Penonton juga dibuat terkejut begitu menyaksikan sang penari utama ternyata sudah berusia lanjut, 85 tahun, namun penampilannya tetap saja prima. "Penampilannya luar biasa sekali. begitu juga dengan penarinya," kata Haruko Konishi, salah seorang penonton. Komentar kekaguman tersebut memang merupakan kalimat yang paling pantas diucapkan untuk mengekspresikan kekaguman sekitar 200 penonton Tokyo, yang malam itu memadati media Plus Hall, di gedung Bunka-Hoso. Ribuan pengunjung Jepang sebelumnya mulai dari Osaka, Nagoya, Kyoto hingga Matsue sudah lebih dulu dibuat terpesona. Penampilan dari perempuan kelahiran Banjar Pekandelan, Desa Batuan, Gianyar, menjadi istimewa, tidak saja penampilannya yang lincah, tetapi juga karena sang maestro melibatkan cucunya Ni Wayan Sekariani dan cicitnya Sri Maharyeni yang tampil tidak kalah energiknya. Sedangkan puteranya, I Nyoman Budi Artha, yang juga pimpinan rombongan, bertindak selaku salah seorang pemusik gamelan. Sama seperti tari Bali lainnya yang dinamis dan atraktif, ketiganya pun menari dengan lincah diiringi musik gamelan yang tidak kalah ramainya. Begitu gamelan berbunyi, dengan sigap NI Ketut Cenik menari, meliukkan badan dengan anggun, mengikuti irama musik. Saat menari seolah ada roh dari kekuatan tari itu yang hinggap dan membuatnya menjadi muda kembali. Tarian yang menampilkan enam tokoh itu kemudian ditutup dengan tarian yang berkisah mengenai Calonarang. Sebuah cerita yang bersumber cerita rakyat mengenai kemenangan kebaikan atas kejahatan. Tarian yang dibawakan secara bergiliran itu ternyata mampu menahan penonton untuk tidak beranjak dari duduknya hingga pertunjukan berakhir.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008