Yogyakarta (ANTARA) - Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhy berharap Basuki Tjahaja Purnama atau biasa disapa Ahok yang kini resmi menjabat Komisaris Utama PT Pertamina mampu mendorong direksi perusahaan itu mempercepat peningkatan produksi minyak dan gas.

"Gaya kepemimpinan Ahok akan lebih efektif melecut direksi (Pertamina) jalankan 'corporate actions'," kata Fahmy saat dihubungi di Yogyakarta, Senin.

Selain melecut perusahaan bergerak cepat mendongkrak produksi, menurut Fahmy, Ahok juga diharapkan mampu mendorong penuntasan pembangunan kilang, akselerasi pengembangan program bahan bakar B20 ke B30, dan dilanjutkan B100, hingga membasmi mafia migas.

Baca juga: Bos BUMN baru diharapkan miliki integritas

"Jika itu berhasil secara langsung dapat menekan defisit neraca migas, seperti yang diharapkan Presiden Joko Widodo," kata dia.

Menurut dia, seperti harapan Menteri BUMN untuk mengoptimalkan peran Dewan Komisaris, Ahok harus mulai menata ulang tata kelola terkait kewenangan dewan komisaris dan dewan direksi.

Menurut Fahmy, dengan posisi sebagai komisaris utama, banjir penolakan berbagai pihak termasuk serikat pekerja yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) terhadap Ahok lambat laun akan surut dengan sendirinya.

Baca juga: Ahok harus awasi investasi sektor hulu untuk tekan impor migas

"Kalau Ahok sebagai dirut Pertamina, penolakan akan masif dan berpengaruh dalam pengambilan keputusan. Tapi sebagai komisaris utama, penolakan itu akan semakin surut," kata mantan anggota Satgas Anti Mafia Migas ini.

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Pertamina (Persero) telah memutuskan beberapa perubahan di level direksi dan tiga komisaris baru PT Pertamina (Persero).

Emma Sri Martini ditunjuk menjabat Direktur Keuangan, Basuki Tjahaja Purnama menjadi Komisaris Utama, Budi Gunadi Sadikin menjadi Wakil Komisaris Utama dan Condro Kirono sebagai Komisaris.
 

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019