New York (ANTARA News) - Indonesia menyambut baik pembebasan sejumlah tahanan politik Myanmar, namun melihat Pemerintah Myanmar masih misterius dalam urusan tersebut. "Keputusan untuk membebaskan para tahanan politik, apalagi mereka yang sudah lama ditahan tanpa ada proses pengadilan, tentunya kita harapkan langkah tersebut akan diteruskan dengan langkah berikutnya," kata Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda kepada ANTARA di Markas Besar PBB, New York, Rabu malam, usai perhelatan HUT Kemerdekaan RI yang digelar Perwakilan Tetap RI (PTRI) untuk PBB. Langkah-langkah yang dimaksud Menlu adalah dibebaskannya para tahanan politik yang menjadi perhatian internasional maupun ASEAN, termasuk tokoh demokrasi yang juga pemimpin Liga Nasional untuk Democracy (NLD), Aung San Suu Kyi, beserta para pengikutnya. Apakah langkah Pemerintah Myanmar hari Selasa mengandung indikasi bahwa junta militer kembali akan membebaskan para tahanan politik yang lain, Hassan menilai hal tersebut masih misterius. "Sukar untuk ditebak," katanya. "Tapi kita harapkan ini bukan yang pertama dan terakhir melainkan langkah-langkah yang terus akan berlanjut," tambahnya. Pemerintah Myanmar pada Selasa (23/9) membebaskan sejumlah tahanan politik, termasuk tokoh politik yang telah belasan tahun dipenjara tanpa proses pengadilan, U Win Tin, serta enam anggota senior NLD, yaitu Dr. May Win Myint, U Aung Soe Myint, U Khin Maung Swe, Win Htain, Dr. Than Nyein dan U Thein Naing. U Win Tin, yang merupakan penulis serta editor surat kabar, adalah tokoh berusia 79 tahun dan sebelumnya mengalami penahanan selama 19 tahun. Aung San Suu Kyi sendiri -- sang pemimpin NLD -- hingga kini masih menjalani tahanan rumah sejak Mei 2003 -- kendati negara-negara ASEAN dan dunia internasional berkali-kali meminta pemerintah Myanmar segera membebaskan tokoh demokrasi tersebut. Partai yang dipimpin Suu Kyi itu sebenarnya menang pada pemilihan umum tahun 1990 di Myanmar, namun kemenangan NLD diabaikan oleh junta. Secara keseluruhan, Suu Kyi telah menjalani sekitar 13 tahun dari 18 tahun masa tahanan yang dikenakan oleh junta terhadapnya. Pembebasan ketujuh tahanan politik pada Selasa juga disambut baik oleh Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon. Sekjen menegaskan bahwa pemerintah Myanmar juga harus membebaskan semua tahanan politik dan memastikan rakyatnya memiliki kebebasan politik. Resepsi Diplomatik Sementara itu, dalam resepsi diplomatik yang diselenggarakan PTRI-New York yang juga dihadiri oleh Dubes RI untuk PBB, Marty Natalegawa dan Konjen RI di New York Trie Edi Mulyani, Menlu Hassan Wirajuda menyambut kedatangan tamu mitranya sesama menteri luar negeri. Di antara yang hadir adalah menteri luar negeri dari Australia, Timor Leste, Papua Nugini, Iran, Palestina, Vietnam, Slovakia, Serbia, Bosnia, Nauru, Nikaragua, Afrika Selatan, Eritrea, Zimbabwe, Bangladesh, dan Sri Lanka. Resepsi juga dihadiri oleh para duta besar negara-negara asing di PBB. Selain menjadi tuan rumah resepsi diplomatik, Menlu Hassan Wirajuda sepanjang Selasa di New York melakukan serangkaian kegiatan, termasuk pertemuan bilateral dengan kepala bidang urusan luar negeri Uni Eropa, Javier Solana, serta menggelar konferensi pers bersama Troika Isu Perubahan Iklim (Indonesia, Polandia, Denmark) dan Sekjen Ban Ki-moon di Markas Besar PBB. Menlu, yang mewakili Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, akan menyampaikan pernyataan Indonesia dalam Sidang ke-63 Majelis Umum PBB pada Senin (29/9) mendatang. (*)

Copyright © ANTARA 2008