Jakarta (ANTARA) - Permohonan uji materi terhadap pasal makar dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana tidak dapat diterima Mahkamah Konstitusi lantaran pemohon tidak memiliki kedudukan hukum.

Pemohon, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, dalam permohonannya, mengklaim mewakili generasinya sendiri serta generasi belum lahir yang ingin mendorong kecintaan pada Pancasila dan konstitusi.

"Sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku dalam permohonan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, seseorang tidak serta-merta dapat mewakili orang atau pihak lain tanpa didasari surat kuasa khusus untuk itu, kecuali bagi orang tua yang bertindak untuk kepentingan anaknya yang belum memenuhi syarat kecakapan bertindak dalam hukum," tutur Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna dalam sidang pengucapan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis.

Dengan klaim mewakili generasinya sendiri dan generasi yang belum lahir itu, Mahkamah berpendapat pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk bertindak sebagai pemohon.

Tidak jelasnya kedudukan hukum pun tidak menjelaskan kerugian hak konstitusional yang diterima dengan pasal makar KUHP.

Zico sebagai pemohon meminta Mahkamah Konstitusi memberi putusan Pasal 107 ayat (1) KUHP bertentangan dengan UUD NRI 1945 sepanjang tidak dimaknai makar dengan maksud menggulingkan pemerintah atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara diancam pidana penjara paling lama 15 tahun.

Ia ingin agar mengganti Pancasila sebagai dasar negara dimasukkan ke dalam pasal makar.

Saat ini, menurut dia, tidak terdapat aturan hukum yang melarang siapa pun untuk berkampanye mengganti Pancasila dengan ideologi lain, kecuali dengan ideologi Marxisme-Leninisme.

Baca juga: Pemerintah nilai pemohon uji materi menyederhanakan kata "makar"

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019