Hal itu dikemukakan Evans yang juga mantan Menteri Luar Negeri Australia dalam seminar bertajuk "The Middle East and the World: The state of International Security 2009" di Jakarta, Senin, saat diminta komentarnya mengenai peran Indonesia.
"Mungkin Indonesia dapat turut berperan dalam menyediakan pasukan penjaga perdamaian (sekalipun) sebagai negara muslim tidak akan mudah untuk diterima. Saya belum mendengar spekulasi mengenai ini, ...namun Indonesia dapat memberikan peran positif," katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa Indonesia telah memainkan peran diplomasi yang aktif untuk mengakhiri krisis di Gaza antara lain dengan dialog antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Presiden Perancis Nicolas Sarkozy, upaya diplomasi Indonesia di Dewan Keamanan PBB dan organisasi internasional yang lain.
Sementara itu terkait dengan penyelesaian konflik di Gaza, Evans menyarankan suatu pendekatan melalui gencatan senjata.
"Ini memerlukan tekanan dunia internasional (untuk terwujud) termasuk Amerika Serikat karena situasi tidak boleh menjadi lebih buruk lagi," katanya.
Dia menegaskan salah satu upaya untuk mendukung gencatan senjata itu adalah persatuan antara faksi-faksi di Palestina.
Sekalipun hal itu tidak mudah namun menurut Evans, harus diupayakan untuk mewujudkan kawasan yang damai.
Masyarakat internasional, lanjut dia, harus menyadari bahwa dalam pelaksanaannya gencatan senjata harus didukung oleh baik kelompok Fatah maupun Hamas.
Sementara itu Dewan Keamanan PBB pada pekan lalu telah mengeluarkan resolusi No. 1860 yang meminta dilakukannya sebuah gencatan senjata di kawasan itu dan terjaminnya pasokan bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza untuk menolong warga sipil yang menjadi korban agresi Israel. Hingga hari ke dua belas agresi Israel, disebutkan bahwa telah lebih dari 700 warga sipil Palestina menjadi korban, sementara itu ribuan yang lain luka-luka.(*)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009