Pamekasan (ANTARA News) - Kejaksaan Negeri Pamekasan, Madura, Jawa Timur, akan memeriksa mantan Bupati Pamekasan, Drs Achmad Syafii, terkait kasus dugaan korupsi di tubuh Persatuan Koperasi Pegawai Republik Indonesia (PKPRI) Pamekasan. "Yang bersangkutan akan kita periksa hari Senin (17/11) mendatang, sesuai jadwal yang telah ditetapkan tim penyidik Kejari," kata Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Pamekasan, Sapawi,SH, Kamis. Menurut Sapawi, mantan Bupati Pamekasan periode 2003-2008 itu akan diperiksa untuk meminta penjelasan seputar kebijakan pemerintah daerah, mengalokasikan dana senilai Rp300 juta untuk pinjaman modal PKPRI tersebut. "Kita akan menanyakan seputar kebijakan itu. Sebab berdasar sejumlah pihak yang terlibat termasuk para tersangka, bantuan modal PKPRI dari APBD Pamekasan itu di masa kepemimpinan Bupati Achmad Syafii," kata Sapawi menjelaskan. Selain mantan bupati Achmad Syafii, yang juga akan dipanggil Kejari untuk dimintai keterangan terkait kasus dugaan korupsi di tubuh PKPRI Pamekasan yang merugikan uang negera senilai Rp1,03 miliar itu adalah mantan Kabag Keuangan Taufikurrahman. Mantan Kabag Keuangan Taufikurrahman rencananya akan diperiksa sehari setelah pemeriksaan mantan bupati Pamekasan Achmad Syafii, yakni ada hari Selasa (18/11). Kasus dugaan korupsi di PKPRI itu terungkap setelah salah satu karyawannya melapor ke Kejaksaan Negeri Pamekasan tentang kasus tersebut. Atas laporan itu Kejari lalu melakukan penyelidikan hingga akhirnya menetapkan sebanyak empat orang karyawan PKPRI sebagai tersangka. Mereka itu masing-masing SP (51) warga Jalan Bonorogo, Pamekasan, SE (45) warga Jalan Ronggosukowati, KM (33) warga Jalan Sersan Mesrul, dan EF (40) pegawai RSD Pamekasan. Modus yang dilakukan para tersangka itu dengan berkedok pengeluaran uang kredit kendaraan roda dua bagi pegawai negeri di lingkungan Pemkab Pamekasan oleh EF, pengurus PKPRI bagian urusan kredit (UK), dan KM bagian urusan dagang (UD), yang belakangan diketahui bahwa nama-nama pemohon kredit itu semuanya fiktif. Dalam menjalankan aksinya EF dan KM dibantu dua orang pengurus Primer Koperasi Badan Pengawas Daerah (Bawasda) Pamekasan yaitu SP. Bendahara PKPRI, SE sendiri memberi kewenangan yang berlebihan kepada EF dan KM. Akibatnya, semua pengeluaran uang tanpa sepengetahuan bendahara SE. "Dalam penyelidikan yang kami lakukan, semua pihak mengakui fakta yang telah terjadi di PKPRI Pamekasan, bahwa memang seperti itu kenyataannya," kata Sapawi. Persoalan semakin meruncing setelah dilakukan audit oleh Badan Pengawas (BP), dan BP meminta pertanggungjawaban kepada EF serta KM selaku anggota pengurus pada bagian UK dan UD. Keduanya kemudian membuat pernyataan di hadapan notaris Ramali SH di Pamekasan, bahwa mereka akan mengganti seluruh uang yang telah dikeluarkan mereka paling lama hingga 31 Mei 2006.Tetapi hingga tanggal yang ditentukan keduanya tidak mampu menggantinya. Dalam pernyataan di hadapan notaris tersebut mereka menyatakan apabila tidak bisa mengembalikan uang yang telah mereka gunakan, mereka bersedia diproses secara hukum. "Barangkali atas dasar itulah pengurus PKPRI melaporkan para pihak yang diduga terlibat kasus ini ke Kejaksaan Negeri Pamekasan," katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008