Jakarta (ANTARA News) - Pengamat Pasar Uang, Edwin Sinaga, memperkirakan rupiah akan dapat bertahan dalam waktu lama di bawah angka Rp12.000 per dolar AS, setelah pemerintah melalui Bank Indonesia melakukan berbagai upaya untuk mendorong rupiah menguat.

"Penguatan rupiah itu terlihat dari kisaran antara Rp12.050 sampai Rp12.100 per dolar AS yang dalam waktu hampir sebulan berkisar di angka tersebut," kata pengamat yang juga Direktur Utama PT Finance Corpindo itu, di Jakarta, Jumat.

Dikatakannya, rupiah sempat mencapai angka Rp12.000 per dolar , setelah pemerintah mendapat pinjaman dari Bank Pembangunan Asia (ADB) dan Perancis, namun sentimen positif itu tidak berlangsung lama.

Mata uang Indonesia bahkan kembali terpuruk di atas angka Rp12.000 per dolar AS dan terus menjauhi level tersebut hingga mendekati Rp12.300 per dolar AS, katanya.

Pemerintah, lanjut dia, juga berupaya melalui berbagai instrumen BI, seperti melakukan kontrol ketat terhadap bank-bank asing yang bermain valas dan berusaha menarik dana pengusaha Indonesia yang parkir di luar negeri agar dapat ditempatkan di pasar domestik.

Upaya ini memang belum memberikan nilai positif yang lebih baik terhadap pergerakan rupiah terhadap dolar AS, ujarnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, dengan membaiknya laju inflasi bulan Nopember 2008 dan kecenderungan suku bunga acuan (BI Rate) turun, maka rupiah sempat menguat mencapai angka Rp11.775 per dolar AS.

"Kami optimis rupiah akan masih dapat bergerak naik hingga mendekati angka Rp11.500 per dolar AS, ujarnya.

Edwin mengatakan, apalagi ada imbauan dari pemerintah agar masyarakat mau melepas dolar dan membeli rupiah apabila memang tidak membutuhkannya terutama kepada korporate maupun ibu rumah tangga.

Semula imbauan kurang mendapat respon pasar, karena nilai tukar dolar AS itu cenderung menguat terutama menjelang akhir tahun ini, namun masyarakat akhirnya juga menyadari bahwa rupiah sudah turun cukup tajam dan saatnya untuk dilepas, katanya.

Membaiknya laju inflasi Nopember itu mendorong optimisme masyarakat bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan berada pada kisaran 4,5-5 persen pada 2009 nanti akan sedikit lebih baik, meski masih dibawah angka 6,1 persen tahun ini.

"Kami mengharapkan pemerintah akan kembali menurunkan BI Rate, sehingga penurunan akan mendorong sektor riil tumbuh, akibat turunnya suku bunga kredit bank yang saat ini mencapai 17 persen," katanya.

Pemerintah, katanya, juga harus memperkuat pasar domestik dan mengurangi ketergantungan pada impor, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.

Selain itu, ekspor Indonesia  juga diminta untuk terus mencari pasar baru, terutama di kawasan Timur Tengah yang masih potensial untuk digarap lebih baik, demikian Edwin Sinaga. (*)
 

Copyright © ANTARA 2008