Semarang (ANTARA News) - Kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga jual solar dari Rp5.500 menjadi Rp4.800 per liter tidak banyak berpengaruh pada ongkos produksi industri. "Industri tidak terpengaruh dengan itu (penurunan harga solar, red.) karena kita membeli solar nonsubsidi," kata Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng Djoko Wahyudi, di Semarang, Minggu. Pemerintah memutuskan untuk menurunkan harga jual bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dari Rp5.500 per liter menjadi Rp5.000 per liter dan solar dari Rp5.500 per liter menjadi Rp4.800 per liter mulai Senin (15/12) pukul 00.00 di seluruh wilayah Indonesia. Djoko mengatakan, penurunan harga solar tersebut berimbas pada ongkos angkutan antarkota saja. Tetapi imbas dari penurunan harga solar tersebut hanya kecil. Ia menjelaskan, sebenarnya dalam hal BBM yang digunakan industri mayoritas sudah tidak lagi menggunakan solar karena beralih menggunakan batu bara. Oleh karena itu, penurunan harga solar tidak berpengaruh pada industri. Djoko menambahkan, akibat krisis global industri padat karya seperti tekstil dan produk tekstil (TPT), baja, serta alas kaki mengalami penurunan volume ekspor karena sudah tidak ada pembeli. Terkait penurunan BBM, sejak 1 Desember 2008 pemerintah sudah menurunkan harga jual premium sebesar Rp1.000 per liter dan harga jual solar sebanyak Rp700 per liter. Sementara itu Pejabat Menko Perekonomian yang juga Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan penurunan itu dilakukan setelah melihat adanya penurunan harga minyak mentah dunia yang cukup tajam. "Dengan penurunan harga ini diharapkan terjadi penurunan inflasi sebesar 0,3 persen hingga 0,5 persen, sehingga daya beli masyarakat bisa terjaga dengan penurunan inflasi tersebut," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008