Jakarta (ANTARA News) - Lia Eden mengaku bukan Islam melainkan Perennialisme, tetapi dalam segala pernyataan Lia Eden tidak terbukti adanya prinsip perenial, dipihak lain masih dieksploitirnya ayat-ayat Qur'an. Maka pernyataan perennial itu tidak lebih dari siasat untuk terlepas dari jerat hukum penodaan suatu agama di Indonesia. Filsafat perennialisme adalah sautau aliran dalam dunia pendidikan yang lahir pada abad 20. Kata perennial itu sendiri bermakna abadi. Perenalisme lahir sebagai reaksi terhadap pendidikan progresif yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perennialisme artinya mundur ke belakang, ke sumber baku yang merupakan prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat, kukuh pada jaman kuno dan jaman aksial atau abad pertengahan yang dianggap sebagai kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Lia Aminuddin alias Lia Eden hanya mengaku kesurupan Malaikat Jibril, lalu dengan memanfaatkan "psycho-traditional" yaitu tradisi kepercayaan terhadap tahayul dan dogma-dogma tradisional dalam masyarakat, mencoba membangun komunitas teokratik sederhana. Meskipun masyarakat Indonesia secara umum masih berada pada tahap pra-modernis, kenyataannya dakwah ala Jibril Lia Eden yang bersifat antagonis itu tidak banyak menarik pengikut. Namun demikian, dalam situasi perekonomian nasional yang sulit dewasa ini dan ke depan, bukan mustahil aksi aneh-aneh seperti itu bisa menimbulkan distorsi sosial yang dapat mengganggu stabilitas sosial. Dalam konteks itu saya mendukung tindakan Kapolda Metro Jaya melakukan penyidikan terhadap Lia Eden sebagai tindakan preventif, karena kesan sifat permusuhan Lia Eden terhadap kaum Muslimin dan bangsa Indonesia seperti ditunjukkan dalam surat terbukanya memang bisa saja menyulut perpecahan dan kerusuhan. Melihat model dakwah Lia Eden, sama sekali tidak terbukti adanya perennialisme. Kadar intelektual dakwah itu juga sangat rendah untuk dapat diberi makna perennial secara utuh. Dakwah Lia Eden hanya membangun seperangkat dogma-dogma linier yang absurd yang tujuannya hanya untuk mempertahankan komunitas kecil yang hanya terdiri beberapa puluh orang itu saja, dan yang belakangan semakin menyempit. Sebenarnya terhadap seseorang yang mengaku kesurupan "Malaikat Jibril. Rasul Tuhan" lalu berkata dan berperilaku aneh-aneh dapat diberlakukan "procedure psychiatric" untuk memastikan tingkat kesehatan jiwanya. Suatu catatan, dalam tradisi Semit, Jibril hanyalah atribut imajiner dari kerasulan Muhammad SAW, pendiri agama Islam. Memanipulasi khayalan tentang Jibril memang bisa menarik perhatian umat Islam tradisional yang tingkat pemahamannya terhadap agama Islam masih sangat rendah. Apalagi jika dikombinasi dengan eksploitasi ayat-ayat Qur'an, boleh jadi akan mandapatkan pengikut awam. Maka langkah preventif Polda Metro Jaya dapat dimengerti dalam spektrum yang lebih luas. Namun sebagai warga negara, Lia Aminuddin memliki hak-hak hukum yang melekat pada dirinya yang harus dihormati semua pihak, termasuk hak untuk berkhayal apa saja. Yang penting aktivitas Lia, tidak menimbulkan akibat yang dapat melanggar hak-hak pihak lain, termasuk mengganggu ketertiban dan ketenteraman umum. Betapapun Lia Aminuddin berhak mendapatkan perlakuan yang se-adil-adilnya. Artinya tidak seorangpun dapat dihukum di negara ini, kecuali ia terbukti benar-benar bersalah di pengadilan.(*) *Pemimpin Jama'ah Wahdatul Ummah/ Ketua Umum Front Persatuan Nasional.

Oleh Oleh KH Agus Miftach*
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008