Jakarta (ANTARA News) - Tingkat elektabilitas publik terhadap calon presiden (Capres) Susilo Bambang Yudhoyono adalah yang tertinggi yakni 32,3 persen, disusul Megawati Soekarnoputri 29,4 persen, Prabowo Subianto 13,2 persen, Sri Sultan HB X mendapatkan 11,2 persen, dan Wiranto 6,4 persen, demikian hasil survai Lembaga Survei Nasional (LSN).

"Tingkat elektabilitas SBY tersebut naik dibanding survei LSN pada Mei-Juli 2008 yang masih berada di bawah Megawati," kata Direktur Eksekutif LSN Umar S Bakry dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat, ketika menyampaikan Refleksi Akhir Tahun LSN.

Survei LSN itu dilakukan pada 10-20 Desember 2008 terhadap 1.225 responden dari 33 provinsi, dengan tingkat kesalahan plus minus 2,8 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.

Umar menjelaskan, fakta bahwa SBY masih menjadi capres pilihan meskipun dibayang-bayangi kegagalan ekonomi sesuai hasil survei LSN, namun SBY masih memiliki nilai jual yang antara lain dampak dari canggihnya politik pencitraan yang dilakukan tim SBY beberapa bulan terakhir bersama Partai Demokrat, sebagai pendukungnya.

Namun demikian, ketika LSN menanyakan tentang keadaan ekonomi nasional sekarang, sebanyak 21,5 persen responden menyatakan baik, 42,6 persen responden menyatakan buruk, 33,6 persen menyatakan kedaan ekonomi sedang dan 2,3 persen menjawab tidak tahu.

Fakta tersebut mengindikasikan bahwa publik mempersepsikan kondisi ekonomi nasional tahun 2008 lebih buruk dari tahun sebelumnya, ketika responden ditanyakan masalah apa yang paling penting ditangani pemerintah saat ini, sebanyak 75,7 persen responden menjawab kesejahteraan ekonomi dan 11,5 persen menjawab masalah pemberantasan korupsi.

Sementara sejak survei LSN pada Januari 2008, tingkat elektabilitas Wapres Jusuf Kalla (JK) sebagai capres pada pilpres 2009 berada di bawah atau tidak melewati angka 3 persen, sedang tingkat elektabilitas Partai Golkar (PG) terus merosot sesuai hasil survei LSN pada Januari 2008 PG urutan I, bulan Mei 2008 turun di posisi II, dan pada survei Desember 2008 PG di posisi III di bawah PDIP dan Partai Demokrat.

Menurut Umar, merosost popularitas JK juga berdampak terhadap tingkat elektabilitas pasangan SBY-JK menghadapi pilpres 2009. Jika survei LSN pada September 2007 pasangan SBY-JK menjadi pasangan terfavorit pada pilpres, maka pada survei LSN Januari 2008 pasangan SBY-JK kalah diadu dengan pasangan Megawati-Wiranto atau Megawati-Sultan.

Pada survei Desember 2008, pasangan SBY-JK masih tetap menjadi "underdog" jika diadu dengan pasangan Megawati-Sultan, atau Megawati-Prabowo, atau Megawati-Wiranto, bahkan jika diadu dengan pasangan Prabowo-Sultan pun pasangan SBY-JK masih kalah.

Sementara itu, jika pemilu dilaksanakan hari ini, maka sebanyak 28,2 persen responden menyatakan memilih PDIP, disusul Partai Demokrat (19,4), Partai Golkar (13,5 persen), PKS (6,2 persen), Partai Gerindra (6,1 persen), PKB (4,5 persen), PAN (3,8 persen), PPP (2,8 persen) dan Hanura (2,0 persen).

Umar mengatakan, krisis finansial global akan berdampak terhadap Indonesia pada 2009, seperti PHK akan terjadi di mana-mana yang diperkirakan akan menambah ketidakpuasan publik terhadap pemerintahan SBY-JK.

Dalam kondisi seperti ini, Umar memprediksi bahwa sentimen perubahan akan menguat, sehingga jika tokoh-tokoh alternatif seperti Prabowo Subianto, Sri Sultan HB X dan Rizal Ramli tidak cepat melakukan konsolidasi kekuatan, sangat besar peluang tokoh oposisi (Megawati Soekarnoputri) untuk menjadi penantang serius bagi pasangan SBY-JK pada pilpres 2009.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008