Mataram (ANTARA) - Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat, menyegel kamar khusus Metzo Executive Club & Karaoke Lombok, di kawasan wisata Senggigi, Kabupaten Lombok Barat, yang menjadi lokasi penangkapan dua penari telanjang.

"Untuk kepentingan penyidikan kami, sementara ini (kamar khusus) kita tutup," kata Kasubdit IV PPA Ditreskrimum Polda NTB AKBP Ni Made Pujawati dalam konferensi persnya didampingi jajaran dan Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Artanto di Mataram, Jumat.

Dua penari telanjang yang tertangkap tangan anggora Subdit IV PPA Ditreskrimum Polda NTB itu berinisial YM (35) dan SM (23). Keduanya ditangkap bersama seorang pria berinisial DA (43) yang diduga berperan sebagai muncikari.

Baca juga: Polda NTB tangkap dua "striptis" di Metzo Club Lombok

Pujawati menjelaskan aksi tangkap tangan kedua penari telanjang bersama seorang muncikarinya ini dilakukan berdasarkan serangkaian penyelidikan yang dijalankan tim.

Dia mengatakan aksi tangkap tangan tersebut telah dikuatkan dengan adanya bukti-bukti yang diperoleh selama proses penyelidikannya.

Lebih lanjut, katanya, pihaknya masih melakukan pendalaman di lapangan.

Baca juga: Walikota Padang segel "Vellas" cafe penyedia striptis

Baca juga: Kasus "striptis" dibongkar Polda Jawa Timur


Dia menjelaskan bahwa tidak menutup kemungkinan pengembangan kasus ini mengarah pada pihak manajemen Metzo Executive Club & Karaoke Lombok, yang membuka paket khusus tarian telanjang bagi konsumennya.

"Apakah ini ada indikasi TPPO (tindak pidana perdagangan orang) atau eksploitasi orang, itu semua masih dalam pendalaman kami," ujarnya.

Untuk kasus ini pihak kepolisian telah memproses ketiga pelaku. Dari hasil pemeriksaan, polisi telah menetapkan ketiganya sebagai tersangka dengan sangkaan pidana pelanggaran pornografi.

Sangkaan pidana yang diterapkan dalam kasus ini adalah Pasal 33 Juncto Pasal 7 dan 4 dan Pasal 34 Jo Pasal 8 dan atau Pasal 36 Jo Pasal 10 Undang-Undang RI Nomor 44/2008 tentang Pornografi.

"Sesuai aturannya, hukuman paling berat 15 tahun penjara dengan denda paling banyak Rp7,5 miliar," ucap Pujawati.

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020