Jakarta (ANTARA News) - Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Budi Mulya mengatakan, melemahnya rupiah yang terjadi sekarang juga akibat dari respon pasar atas belum jelasnya bentuk stimulus yang dijalankan pemerintah Amerika Serikat.
"Kalau melihat currency (mata uang) di pasar yang berkembang (emerging market) tak hanya rupiah itu (yang mengalami kelemahan.red), tapi semua mengalami suatu jitter bearish karena apa yang terjadi di Amerika, pasar ternyata tidak seoptimis yang dibayangkan," katanya di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, meski paket penyelamatan ekonomi berupa stimulus senilai 838 miliar dolar AS telah disetujui senat AS, namun belum ada kejelasan, terutama untuk paket penyelamatan sektor keuangan.
"Yang terkait dengan paket recovery di sektor keuangan ini yang dipertanyakan kejelasannya. Detailnya pun belum jelas, sehingga pasar berpikir lain," katanya.
Kondisi itu memicu terjadinya perpindahan modal ke tempat yang memiliki risiko lebih rendah dan berkualitas (flight to quality), sehingga US treasure mengalami rally, yang membuat dolar AS menguat.
Demikian pula dengan Yen juga menguat, dan hal itu berlaku di mata uang berkembang lainnya, katanya.
"Hari ini rupiah kita sadari agak melemah, tapi pastinya ini berlaku di regional," tambahnya.
Ia mengatakan, BI akan menjaga gejolak nilai tukar agar tetap terkendali. "Pokoknya BI senantiasa ada di pasar, mencermati ini dan meminimalkan volatilitas (gejolak) yang ada, karena dapat mengganggu bisnis dan mengganggu perhitungan yang ada," katanya.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antarbank Jakarta, Rabu pagi, merosot 180 poin menjadi 11.900/11.920 per dolar AS dibanding penutupan hari sebelumnya sebesar 11.720/11.750.
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009