Semarang (ANTARA News) - Sanksi beredel berupa pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran atau pencabutan izin penerbitan media massa cetak sebagaimana diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD secara prosedur hukum bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

"Sanksi memberedel pers yang ada pada Pasal 99 huruf f UU Pemilu Nomor 10 Tahun 2008 bertentangan dengan UU Pers karena dalam UU Pers tidak lagi mengatur izin terbit atau siaran," kata pengamat komunikasi politik Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Adi Nugroho dalam diskusi "Persberedel dalam Pemilu 2009" yang diselenggarakan AJI Semarang, di Semarang, Rabu.

Adi mengatakan, seharusnya sanksi untuk media massa tidak perlu sampai memberedel media massa bersangkutan tetapi cukup menghentikan acara dan rubrik dalam media massa bersangkutan.

"Jadi sanksi terberatnya cukup dengan menghentikan acara atau rubrik, bukan televisinya atau media massanya. Jika sampai menutup atau menghentikan itu sama dengan pemberangusan pers," katanya.

Menurutnya, uji materi bukan cara terbaik untuk menghindari ancaman yang ada pada Pasal 99 huruf f UU Nomor 10/2008 yang menyebutkan sanksi untuk media yang melanggar aturan pemilu adalah pencabutan izin penyelenggaraan, penyiaran atau pencabutan izin penerbitan media massa cetak.

"Jika uji materi, tentu akan membutuhkan waktu panjang. Yang diperlukan adalah komitmen antara Komisi Pemilihan Umum (KPU), Dewan Pers, dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)," katanya.

Komitmen yang dimaksud adalah, adanya kesepakatan dalam menghadapi pelanggaran UU Pemilu oleh media massa tidak akan menggunakan Pasal 99 huruf f tetapi cukup dengan Pasal 99 dari huruf a sampai huruf e.

Pasal 99 huruf a sampai huruf e menyebutkan sanksi untuk media massa adalah teguran tertulis, penghentian mata acara yang bermasalah, pengurangan durasi dan waktu pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye pemilu, denda, dan pembekuan kegiatan pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye untuk waktu tertentu.

"Tiga pihak yakni KPU, Dewan Pers, dan KPI bisa mengeluarkan pernyataan sikap bersama atau menandatangani nota kesepahaman tidak menerapkan huruf f Pasal 99 UU Nomor 10/2008 tersebut," kata Adi.

Menurut anggota KPU Jateng Divisi Pengawasan dan Hukum Fajar Saka menambahkan, Pasal 99 yang mengatur mengenai sanksi tersebut, berlaku jika pers melanggar aturan kampanye seperti iklan kampanye yang mempermasalahkan dasar negara, bernuansa SARA, provokasi, melibatkan pejabat negara dan PNS.

Fajar mengatakan, kampanye didasari semangat keadilan bagi semua pihak. Namun, sebagian kalangan media masih sulit untuk menerapkan ruang atau slot yang berimbang dan adil bagi peserta pemilu.

Fajar mengakui sanksi yang ada di UU Pemilu terutama Pasal 99 huruf f tidak berdampak apapun kepada media massa karena saat ini perusahaan pers tidak lagi memerlukan izin pendirian usaha.

"Izin apa yang dicabut kalau perusahaan pers tidak perlu izin pendirian usahanya," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009