Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan monumen Dwikora dan Trikora di Mabes TNI Cilangkap Jakarta, Kamis.

Peresmian dua monumen itu ditandai dengan penekanan tombol pembukaan selubung serta penantanganan prasasti dua monumen perjuangan tersebut. Pada peresmian itu, Presiden Yudhoyono didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla, Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso dan wakil gubernur DKI Prijanto.

Monumen Dwikora merupakan simbol perlawanan Indonesia yang kala itu dipimpin Presiden Soekarno terhadap pembentukan Federasi Malaysia untuk mempersatukan tanah bekas jajahan Inggris di seluruh Asia Tenggara.

Pemerintah Indonesia menentang rencana itu karena bertentangan dengan politik Indonesia yang antikolonialisme dan imperaliasme dan secara prosedur rencana pembentukkan itu akan membahayakan revolusi Indonesia.

Pada 17 September 1963 RI memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia. Pada 3 Mei 1964 dalam apel sukarelawan Presiden Soekarno mencanangkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) yang isinya :"Perhebat rakyat Malaya, Singapura, Sabah, Serawak, Brunei Untuk membubarkan Negara Bonek Malaysia".

Sedangkan Monumen Trikora merupakan lambang perjuangan Indonesia untuk kembali merebut Irian Barat dari tangan penjajahan Belanda. Berbagai usaha perjuangan bersenjata, politik, dan diplomasi untuk mengembalikan Irian Barat ke Indonesia pun dilakukan disertai pencanangan Tri Komando Rakyat (Trikora) pada 19 Desember 1961 yang berisi :"Gagalkan Pembentukan Negara Papua Buatan Belanda Kolonial, Kibarkan Merah Putih di Tanah Air Indonesia dan Bersiaplah untuk Mobilisasi Umum Guna Mempertahankan Kemerdekaan dan Kesatuan Tanah Air dan Bangsa,".

Monumen yang berada di Kompleks Mabes TNI dibuka untuk umum mulai pukul 09.00 sampai 15.00 Wib.

Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso mengatakan, pembangunan dua monumen itu merupakan persembahan dari generasi penerus bagi pejuang kesuma bangsa dan para snior yang telah mengorbankan jiwa dan raganya untuk kepentingan bangsa dan negara.

Kedua monumen itu juga dapat menjadi wahana edukasi tidak saja bagi prajurit TNI tetapi juga generasi penerus bangsa umumnya. (*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009