Yerusalem (ANTARA News/AFP) - Kejaksaan agung Israel hari Minggu memutuskan menuntut mantan Presiden Moshe Katsav atas sejumlah tuduhan yang mencakup pemerkosaan, kata kejaksaan itu dalam sebuah pernyataan.

"Setelah penyelidikan selesai... jaksa agung dan jaksa negara memutuskan menuntut Tuan Moshe Katsav atas pelanggaran seksual terhadap sejumlah pegawainya ketika ia menjadi menteri pariwisata dan presiden, termasuk tuduhan-tuduhan pemerkosaan dan pelecehan seksual," katanya.

"Keputusan itu diambil setelah jaksa agung dan jaksa negara mencapai kesimpulan bahwa pernyataan-pernyataan para pelapor bisa dipercaya dan ada cukup bukti untuk melakukan penuntutan," tambah pernyataan itu.

Kejaksaan agung tidak menyebutkan kapan tuntutan resmi akan diajukan, namun laporan-laporan media setempat mengatakan bahwa proses hukum itu akan dimulai dalam beberapa hari ini.

Pengumuman itu merupakan tindakan terakhir kejaksaan dalam sebuah perkara yang dimulai pada Juli 2006, ketika Katsav yang saat itu presiden mengajukan keluhan kepada jaksa agung dengan menuduh mantan pegawainya berusaha memerasnya.

Namun, penyelidikan yang dilakukan Jaksa Agung Menahem Mazuz malah membuat wanita yang disebut-sebut media Israel sebagai Plaintiff A. menuduh ayah dari lima anak itu memperkosanya ketika ia bekerja sebagai sekretarisnya pada akhir 1990-an.

Pada 8 April 2008, Katsav diajukan ke pengadilan setelah mencapai kesepakatan pembelaan dalam kasus itu dengan Mazuz, yang pada hari itu juga mengumumkan bahwa ia menarik diri dari kesepakatan tersebut.

Jika terbukti bersalah dalam kasus pemerkosaan itu, Katsav bisa terkena hukuman penjara hingga 16 tahun dan akan menjadi kepala negara pertama Israel yang dituntut dalam kasus pelanggaran seksual.

Katsav adalah kepala negara kedua Israel yang dipaksa mengundurkan diri karena skandal.

Pendahulunya, almarhum Ezer Weizman, dipaksa mengundurkan diri pada 2000 setelah pengungkapan bahwa ia menerima suap sekitar 450.000 dolar dari seorang milyarder Perancis ketika mantan presiden itu masih menjadi menteri dan anggota parlemen.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009