Kuala Lumpur (ANTARA News) - CEO CLAB (Construction Labour Exchange Center) Azlan Mohd Isa mengatakan di Malaysia hanya ada sekitar 10.800 pekerja buruh bangunan asing padahal yang diperlukan adalah 100 ribu karena masih banyaknya proyek kontruksi di Malaysia.

"Kami menginginkan dapat menghimpun hingga 100.000 pekerja asing karena proyek kontruksi di Malaysia masih banyak yang harus dikerjakan dan diselesaikan walaupun saat ini dunia sedang menghadapi krisis ekonomi," kata Azlan, di Kuala Lumpur, Sabtu.

CLAB adalah BUMN di bawah departemen pekerjaan umum Malaysia yang saat ini menghimpun sekitar 10.800 pekerja atau buruh bangunan. Sekitar 90 persen adalah TKI, dan sisanya dari berbagai negara seperti Bangladesh dan India.

Menurut dia, pemerintah Malaysia masih membuka pintu bagi pekerja asing di sektor kontruksi, perkebunan dan pembantu rumah tangga sedangkan untuk sektor lain seperti pekerja restoran dan pabrik, ijin kerja sudah tidak diberikan atau diperpanjang lagi dan "levy" (pajak buruh asing) dinaikkan hingga dua kali lipat.

CLAB menghimpun sebanyak mungkin buruh bangunan guna memenuhi kebutuhan pekerja bagi anggotanya. CLAB memiliki 2.500 anggota perusahaan kontruksi.

"Dulu, setiap habis kontrak habis buruh bangunan dikembalikan ke negara masing-masing. Atau tetap di Malaysia tapi tidak ada pekerjaan. Oleh sebab itu, kami menghimpun (pool) buruh bangunan agar bisa dipekerjakan di mana-mana perusahaan setelah itu bisa dipindahkan ke perusahaan lain yang proyeknya sedang berjalan," kata CEO CLAB itu.

"Kalo buruh yang sudah pengalaman dikembalikan ke negara asal, yang baru datang tanpa punya pengalaman maka hasil pekerjaan bisa banyak yang komplain, atau pekerjaan mundur hingga beberapa lama maka hal ini akan merugikan kualitas pembangunan dan majikan," katanya.

Oleh itu CLAB menghimpun ribuan buruh bangunan agar menopang kebutuhan anggotanya.

Menurut dia, TKI merupakan favorit permintaan majikan karena dari segi bahasa, budaya dan makanan hampir sama dengan Malaysia. "Beberapa kali kami menyediakan buruh bangunan dari Pakistan dan India, baru beberapa bulan saja sudah banyak keluhan, baik karena postur tubuh buruh Pakistan dan India lebih tinggi sehingga rumah yang disiapkan terpaksa diubah, faktor bahasa dan komunikasi, dan faktor budaya dan makanan," katanya.

Dia mengakui bahwa dari 10.800 buruh bangunan dikuasai tidak ada satupun warga Malaysia. "Mungkin karena buruh kontruksi dinilai sebagai pekerja tiga D yakni dirty (kotor), dangerous (bahaya), difficult (sulit)," katanya.

CLAB memberikan uang duka kepada tiga buruh bangunan WNI yang meninggal akibat kecelakaan kerja. Pemberian uang duka masing-masing 10.000 ringgit (Rp32 juta) diserahkan kepada ahli waris melalui Dubes RI untuk Malaysia Dai Bachtiar.

Ketiga TKI yang meninggal karena kecelakaan itu ialah Prawiro Sukir, warga dusun Suguhwaras di Kediri, meninggal seorang istri dan dua anak, kedua Markos Salikan, warga desa Arosbaya, Bangkalan Madura, yang meninggalkan seorang istri dan dua anak, dan Didik Setiawan dari desa Trimulyo, Pati Jateng yang meninggalkan seorang ibunya.

Prawiro Sukir meninggal karena jatuh dari lantai 8 pada 27 Maret 2008. Mayatnya sudah dikirim ke keluarga. Markos Salikan meninggal 27 Januari 2009 karena jatuh dari lantai bangunan 31 ke 29, dan Didik Setiawan meninggal kecelakaan kerja 26 November 2007 juga karena jatuh setinggi 10 meter dari bangunan yang sedang dikerjakan.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009