Mataram (ANTARA News) - Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang sudah dua tahun lebih mengungsi di asrama transito Mataram masih tetap mempertahankan eksklusivisme dengan tidak membaur dalam melaksanakan salat Jumat bersama masyarakat setempat.

Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Depag NTB, H. Lalu Suhaimi Ismy di Mataram, Sabtu, mengatakan, Gubernur NTB telah menugaskan lima tuan guru (ulama) sepuh untuk datang dan memberikan tausiah kepada para anggota JAI yang mengungsi di asrama Transito agar mereka bersedia kembali kepada ajaran Islam yang benar dan mengakui bahwa Muhammad SAW adalah Nabi terakhir.

Selain itu para ulama sepuh, antara lain Tuan Guru Haji (TGH) Mustafa Umar dari Ponpes Al Aziziyah, Kapek, TGH Safwan Hakim (Ponpes Nurul Hakim Kediri), TGH Anwar MZ (Ponpes Darun Najah, Duman) dan TGH Husnudduaz (NW Pan) juga mengimbau para anggota JAI untuk salat Jumat bersama masyarakat di masjid sekitar asrama Transito.

Menurut Suhaimi, JAI saat itu menuruti permintaan para ulama sepuh dengan bersedia membaca dua kalimah syahadat dipimpin juru bicara JAI, Saiful Uyun dan menyatakan akan salat jumat bersama masyarakat sekitarnya.

Namun kenyataannya, pada Jumat (20/3), ujarnya, jemaah JAI tetap melaksanakan salat Jumat di musalla sempit berukuran sekitar enam kali enam meter dan terpisah dengan masyarakat sekitarnya.

Selain anggota JAI, salat jumat di asrama Transito tersebut juga diikuti oleh Ketua Ahmadiyah Mataram Udin dan Ketua Ahmadiyah Nusa Tenggara Barat Jaozi Jafar, dan bertindak selaku khotib Iwan Darmawan dan imamnya muballig Ahmadiyah, Saiful Uyun.

Menurut mereka, ujarnya, urusan salat bisa dilakukan di mana-mana sehingga tak perlu dipermasalahkan, selain itu alasan lainnya, karena ada anggota keluarga perempuan yang mengikuti salat.

Sebenarnya para anggota JAI ingin kembali ke tempat asalnya di Dusun Ketapang, Desa Gegerung, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, namun masyarakat sekitarnya belum bisa menerima jika tidak bersedia kembali ke ajaran Islam yang benar dan hidup membaur bersama masyarakat, ujarnya.

Tim yang terdiri atas unsur dari Departemen Agama dan Polda akan terus memantau kegiatan JAI guna mencegah mereka menyebarkan aliran Ahmadiyah kepada masyarakat sekitarnya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009