Kabul (ANTARA News/Reuters) - Pasukan yang dipimpin NATO menembak mati dua petani Afghanistan yang sedang mengairi tanah mereka di Afghanistan timur, kata seorang kepala kepolisian kepada Reuters, Rabu.

Presiden Hamid Karzai telah menyatakan, kematian warga sipil menjadi sumber ketegangan terbesar antara pemerintah Afghanistan dan pihak Barat pendukungnya.

Kedua orang Afghanistan itu tewas pada Selasa larut malam di luar kota Khost, sebelah timur Kabul, ibukota Afghanistan, kata kepala kepolisian provinsi Abdul Qayum Baqizoi, yang menambahkan bahwa mereka adalah petani sipil tidak berdosa yang sedang merawat tanah mereka.

Seorang jurubicara Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO mengatakan, aliansi tersebut masih menyelidiki peristiwa di Khost itu. Ia tidak memberikan penjelasan atau informasi lebih lanjut mengenai hal itu.

Insiden itu terjadi setelah perselisihan antara miiter AS dan pemerintah Afghanistan mengenai kematian lima orang Afghanistan di provinsi Kunduz di wilayah utara negara itu selama penyerbuan AS pada pekan lalu.

Sejumlah pejabat mengatakan, korban-korban tewas itu bukan militan namun pegawai dari seorang walikota. Militer AS mengatakan bahwa informasi intelijen terinci mengarahkan pasukan internasional untuk melakukan serangan balasan terhadap sebuah bangunan tempat penyerang menembaki mereka.

Lebih dari 2.100 warga sipil tewas di Afghanistan tahun lalu, 40 persen lebih besar dari tahun 2007, kata PBB. Sekitar seperempat dari mereka dibunuh oleh pasukan internasional.

Sementara itu di Khost, ledakan bom pinggir jalan menewaskan delapan warga sipil di sebuah minibus dan mencederai delapan orang lain, kata pasukan ISAF.

Kekerasan di Afghanistan mencapai tingkat tertinggi sejak invasi pimpinan AS pada akhir 2001. Sekitar 5.000 orang, termasuk lebih dari 2.100 warga sipil, tewas dalam pertempuran tahun lalu saja, menurut PBB.

Sekitar 70.000 prajurit asing di bawah komando NATO dan AS berada di Afghanistan sejak akhir 2001 untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai memerangi Taliban dan gerilyawan Al-Qaeda sekutu mereka.

Pemerintah baru AS berencana mengirim 17.000 prajurit tambahan tahun ini untuk menstabilkan Afghanistan, yang dikhawatirkan sejumlah politikus dan analis Barat akan tergelincir ke dalam anarki.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang bertanggung jawab atas serangan-serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom-bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Dalam salah satu serangan paling berani, gerilyawan tersebut menggunakan penyerang-penyerang bom bunuh diri untuk menjebol penjara Kandahar pada pertengahan Juni, membuat lebih dari 1.000 tahanan yang separuh diantaranya militan berhasil kabur.

Semakin banyaknya prajurit asing yang tewas membuat sejumlah negara Barat enggan mengirim pasukan mereka ke daerah-daerah dimana kelompok dukungan Al-Qaeda itu beroperasi paling aktif.

Jumlah prajurit internasional yang tewas di Afghanistan tahun ini mencapai lebih dari 70, sebagian besar akibat serangan-serangan gerilya, menurut situs berita icasualties.org yang mencatat korban-korban di Afghanistan dan Irak.

Lebih dari 295 prajurit internasional tewas di Afghanistan tahun lalu dan tahun sebelumnya 230.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009