Ini harus direm. Kalau dibiarkan kami beli bahan pokoknya mahal
Surabaya (ANTARA) - Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Jawa Timur, berharap nilai tukar rupiah kembali normal setelah sempat berada di kisaran Rp16.000-an per dolar Amerika Serikat (AS) agar pembelian sejumlah bahan baku kembali ke kondisi semula.

"Ini harus direm. Kalau dibiarkan kami beli bahan pokoknya mahal. Lalu nanti jualnya berapa. Apa mau ada yang beli dengan harga tinggi," kata Ketua Badan Pengurus Daerah GINSI Jawa Timur, Romzy Abdullah Abdat di Surabaya, Jumat.

Romzy menyadari kurs rupiah terus bergerak melemah akibat kepanikan pasar global yang disebabkan oleh wabah virus corona atau COVID-19.

Wabah tersebut, telah melanda di lebih dari 100 negara dan telah merenggut lebih dari 8 ribu jiwa.

"Demi menghambat laju penularan COVID-19, berbagai negara menerapkan kebijakan yang ekstrem, di antaranya membatasi pergerakan masyarakat, menutup akses keluar masuk dan lain sebagainya. Dampaknya menghambat roda ekonomi global," katanya.

Romzy bisa memaklumi berbagai kebijakan tersebut karena nyawa manusia memang lebih berharga dari apa pun di dunia.

Namun, dia merasakan sendiri kebijakan tersebut turut menghambat distribusi bahan baku bisnisnya sejak kasus COVID-19 pertama kali muncul di Wuhan, China.

"Sempat kembali normal saat wabah COVID-19 di Wuhan berhasil diatasi. Namun kembali harus mengencangkan ikat pinggang saat wabah COVID-19 kini masuk ke Indonesia," katanya.

Romzy berharap agar Pemerintah Indonesia jangan sampai menerapkan kebijakan lockdown dalam penanganan wabah COVID-19.

"Dengan tidak di-lockdown pabrik kami tetap bisa berjalan walaupun dalam kondisi rugi akibat masifnya penyebaran COVID-19. Tapi kalau di-lockdown, pabrik tidak berproduksi. Kerugiannya semakin besar karena ada banyak karyawan yang harus diliburkan," ucapnya.

Baca juga: GINSI imbau Pemerintah tidak beratkan importir soal biaya verifikasi
Baca juga: GINSI: biaya logistik nasional masih tinggi
Baca juga: GINSI: Impor besi dan baja catat kenaikan tertinggi pada 2018


Pewarta: A Malik Ibrahim/Hanif Nashrullah
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020