Jakarta (ANTARA news) - Dirjen Bimas Islam H Nasaruddin Umar menegaskan pihaknya berkoordinasi lintas instansi akan mengambil tindakan tegas terhadap produsen yang telah dengan sengaja melakukan penipuan terhadap produk abon dan dendeng mengandung babi.

Usai melakukan rapat koordinasi dengan Departemen Pertanian, Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Depkes dan YLKI terkait adanya produk abon dan dendeng yang beredar di pasaran mengandung babi, di Jakarta, Rabu (8/4), Nasarudin Umar menegaskan, langkah yang akan diambil adalah pendekatan hukum dan menarik produk dari pasaran.

"Kita telah menurunkan tim lintas instansi untuk menyelidiki kasus tersebut," ucapnya.

Ia menambahkan, telah terbukti sejumlah produk dendeng dan abon yang mencantumkan label halal, ternyata mengandung babi. Ternyata Terbukti beberapa temuan-temuan yang telah dilakukan, ada kenyataan seperti itu (tercampur babi).

Sementara itu Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BP POM) Tien Gartini Budhianto mengatakan, pemerintah akan melakukan uji produk seluruh produk dendeng dan abon yang beredar di Indonesia.

"Kami akan uji semua produk dendeng dan abon dan hasil ujinya nanti akan kami umumkan ke publik secara bertahap. Jadi tidak hanya produk temuan. Pengujian ini dilakukan tidak saja di Jakarta, tapi juga di 26 badan POM yang ada di 26 provinsi," kata Tien Gartini Budhianto .

Guna menguji suatu produk olahan daging apakah mengandung babi atau tidak, maka dibutuhkan uji laboratorium.

"Kalau masih berupa daging, masih mudah untuk dibedakan. Tapi kalau sudah berupa produk makanan, sangat sulit, harus uji DNA melalui tes laboratorium," katanya.

Menurut Tien, prinsipnya semua pihak terkait bertugas untuk menjamin produk itu aman.

"Mengenai halal, bukan domain Badan POM. Tapi kita punya badan kerja sama antara Depag, Deppkes dan MUI. Yang berhak mengatakan halal atau tidak adalah LP POM MUI. LP POM MUI inilah yang melakukan audit kehalalannya dan Badan POM dari aman dan baiknya suatu produk. Setelah mendapatkan sertifikat MUI, barulah mereka bisa mencantumkan label halal," kata Tien.

Ditegaskan Tien, bahwa suatu produk yang mengandung bahan babi, harus mencantumkan gambar babi secara utuh dengan warna merah.

"Jadi bisa terlihat jelas oleh konsumen," katanya.

Pada kesempatan yang sama, Vterinary Pblic Halth Departemen Pertanian Turni Rusli Sjamsuddin mengatakan sejak tahun lalu pihaknya sudah bekerja sama dengan LP POM MUI untuk memberikan sertifikat juru sembelih halal.

Namun demikian menurut Rusli, seluruh RPH di Indonesia yang memotong sapi atau hewan lainnya, itu harus halal, harus dipotong secara halal, kalau akan diedarkan untuk umum.

"Itu ada di UU dan di peraturan menteri. Persoalannya, apakah sudah ada sertifikat atau belum. Melihat perkembangan ini, kita membuat program sertifikasi juru sembelih halal, bekerja sama dengan LP POM MUI. Program ini kita optimalkan lagi, baru tahun kemarin. Tapi bukannya baru tahun kemarin kita mulai soal halal ini. Nah, yang baru terjangkau lebih kurang sepuluh persen," katanya.

Tapi bukannya yang lain tidak halal. Karena kewajiban halal sudah tertuang sejak lama, katanya.

"10 persen ini dari RPH yang ada. termasuk TPH (Tempat Pemotongan Hewan) dan RPU (Rumah Pemotongan Unggas). Setiap kabupaten, ada RPH atau TPH atau TPU," kata Rusli.

"Fungsi kita menjamin produk pangan asal hewan harus aman, sehat, utuh dan halal (ASUH). Kita harus jamin itu, dari manapun asalnya, termasuk dari luar negeri, baik produksi rumah tangga maupun produksi skala besar," ia tambahnya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009