Melalui proses pengolahan dengan temperatur sangat tinggi, mulai 150 hingga 500 derajat celsius sehingga bakteri ataupun virus yang menempel pada masker tersebut akan mati
Jakarta (ANTARA) - Masker pelindung wajah yang dahulu dijual Rp2.000 per lembar sekonyong-konyong jadi barang mewah ketika wabah virus corona baru yang berawal dari Wuhan, China menyebar menjadi pandemi, melewati batas negara dan benua.

Harga jual masker medis tersebut langsung meroket dan tidak sekadar harga dibuat tidak masuk akal, tetapi ironisnya barang itu hilang dari pasaran. Mendadak semua orang menjadi penjual dan kemudian harga jual masker bisa dipermainkan sesuka hati.

Keprihatinan akan perbuatan sekelompok orang yang tega mengambil kesempatan dalam kesempitan di tengah bencana pandemi COVID-19 bahkan menjadi topik hangat di media sosial, tetapi faktanya orang sudah tidak peduli untuk mengambil keuntungan dari musibah ini. Secara normatif, hukum daganglah yang berlaku, di mana permintaan tinggi maka harga ikut pun bergejolak.

Minimnya informasi tentang efektivitas penggunaan masker sebagai alat antisipasi mencegah virus corona kemudian dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk menimbun sehingga menjadi sebab utama pembelian secara massal.

Masker dan sarung tangan plastik pada masa merebaknya virus corona saat ini telah menjadi kebutuhan wajib masyarakat dari sekadar berbelanja dari pedagang yang melintas di depan rumah, hingga pemakaian saat berpergian. Ibaratnya slogan yang tepat di masa pandemi COVID-19, yakni pantang pergi tanpa menggunakan masker dan sarung tangan.

Kesadaran dan kepedulian orang untuk menjalankan pola hidup bersih sehat (PHBS) tiba-tiba muncul karena keterpaksaan dan kekhawatiran terinfeksi virus corona tetapi bagi masyarakat yang sudah terbiasa menjalankan PHBS menjadi lebih peduli.

Kesadaran akan kebersihan juga patut dibarengi dengan pengetahuan yang cukup terkait dengan penggunaan masker, cairan pembersih tangan, produk kebersihan, dan alat pelindung diri (APD), agar tidak malah menjadi sumber penularan virus.

Masyarakat dengan mudah kini mendapatkan informasi dan pengetahuan seputar virus corona penyebab COVID-19 terkait kiat-kiat mencegah dan melawannya, baik melalui sumber resmi pemerintah maupun para ahli yang berbagi melalui media sosial.

Kiat-kiat mencegah penularan virus yang boleh dan tidak boleh (do's and don't) dilakukan menjadi sangat penting dipatuhi karena banyak orang kerap menyepelekan aturan penggunaan yang justru bisa mendatangkan bencana.

Pemakaian makser, sarung tangan plastik sebagai pelengkap semuanya ada batas waktu pemakaiannya, bagaimana membuang masker dan APD lainnya secara aman. Seberapa banyak orang yang paham tentang hal ini?

Bahaya dari penggunaan masker sekali pakai secara berulang yang bisa menimbulkan infeksi kerap diabaikan masyarakat, apalagi terkait dengan kepedulian orang untuk melakukan cara yang benar saat membuang limbah masker sekali pakai.

Baca juga: Walhi ingatkan masyarakat masukkan limbah masker sampah berbahaya

Baru-baru ini, beredar video pendek truk pengangkut barang bekas tengah menjadi perbincangan di media sosial. Diunggah di akun Instagram @lambenyinyir_official, para pekerja diduga sedang mengangkut tumpukan masker bekas yang sudah disimpan di dalam beberapa karung. Meski belum bisa dipastikan kebenaran informasi tersebut, para warganet saling mengingatkan agar tidak lupa menggunting masker sebelum dibuang ke tempat sampah.

Sebelumnya, Perkumpulan Ahli Lingkungan Indonesia (Indonesian Environmental Scientists Association/IESA) memperingatkan akan terjadi penambahan limbah infeksius di tengah pandemi COVID-19.

Studi kasus berdasarkan data dari China, yang lebih dahulu menghadapi wabah yang disebabkan virus corona jenis baru itu, memperlihatkan terjadi penambahan limbah medis dari 4.902,8 menjadi 6.066 ton per hari. Hal yang sama bisa terjadi di Indonesia seiring dengan bertambahnya kasus positif COVID-19.

                                                                 Ancaman lingkungan
Limbah masker medis dan benda penyerta, seperti sarung tangan plastik sekali pakai yang diperkirakan jumlahnya sangat besar, kelak akan menjadi ancaman tersendiri bagi lingkungan bila sejak dini tidak segera ditangani secara baik.

Limbah masker sekali pakai saat ini mudah ditemui dibuang orang di sembarang tempat, di jalanan, di sungai, di tempat sampah umum dalam kondisi utuh.

Masker sekali pakai yang dibuang sembarang tersebut telah menimbulkan kekhawatiran para pegiat lingkungan. Ketika orang membuang masker secara sembarang yang terjadi sulit untuk bisa membedakan penggunaan masker oleh orang dengan kondisi kesehatan baik atau pun sedang berpenyakit.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Daerah Lampung menghadapi merebaknya virus corona meminta masyarakat untuk melakukan pemilahan limbah masker secara mandiri demi mencegah pencemaran lingkungan di tengah pandemi COVID-19 karena masker bekas merupakan limbah berbahaya.

Walhi mendorong masyarakat mengantisipasi bercampurnya limbah masker dengan limbah rumah tangga dengan cara memilah limbah masker secara mandiri di rumah. Pemilahan limbah masker menjadi limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) untuk mengantisipasi risiko penyalahgunaan limbah masker.

Limbah masker sekali pakai sebagai dampak merebaknya virus corona telah menjadi ancaman baru yang harus dicarikan solusinya.

Saat ini, belum pernah dirilis data peningkatan limbah medis karena COVID-19 namun diperkirakan masker sekali pakai akan menjadi limbah medis yang sangat besar seiring dengan pertambahan jumlah orang dalam pengawasan, pasien dalam pemantauan, orang tanpa gejala, dan pasien positif COVID-19.

Baca juga: Ecoton: Sampah masker jadi masalah baru lingkungan

Pemerintah dalam fokusnya pada penanganan pandemi COVID-19 telah berikhtiar dengan menganjurkan masyarakat mengurangi limbah masker sekali pakai dengan memanfaatkan masker kain bagi orang sehat yang bisa dicuci dan digunakan ulang.

Sementara di tingkat daerah, Dinas Lingkungan Hidup seperti Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta menerapkan protokol pengelolaan masker bekas dari rumah tangga. Protokol pengelolaan limbah B3 rumah tangga ini untuk mencegah penyebaran COVID-19.

DLH DKI Jakarta meminta masyarakat dapat memilah dan melakukan proses disinfeksi sederhana pada bekas masker dengan merendam atau melakukan penyemprotan disinfektan, kemudian masker sekali pakai agar digunting untuk menghindari penyalahgunaan sebelum dibuang ke tempat sampah.

Langkah pencegahan dari ancaman limbah masker turut direspons kalangan masyarakat dengan menawarkan solusi pengolahan limbah masker sekali pakai. Hal demikian seperti dilakukan Archie Satya Nugroho dari Golimbah yang kini tengah melakukan riset untuk mengolah limbah masker sekali pakai menjadi bahan bermanfaat.

Archie bersama Golimbah akan melakukan riset untuk menggabungkan teknologi hidrotermal dan pirolisis. Kemudian akan dilakukan beberapa kali tes untuk melihat sampah masker tersebut dapat berpotensi menjadi bahan yang lebih bernilai guna.

Melalui proses pengolahan dengan temperatur sangat tinggi, mulai 150 hingga 500 derajat celsius sehingga bakteri ataupun virus yang menempel pada masker tersebut akan mati.

Riset sampah masker sekali pakai ini sudah dimulai sejak Maret 2020 seiring dengan merebak virus corona dan ditargetkan selesai dalam waktu dua hingga tiga bulan ke depan.

Melalui gerakan ini, Archie juga ingin masyarakat lebih sadar dan tetap peduli terhadap lingkungan dengan tidak membeli dan menggunakan masker secara berlebih serta memikirkan orang-orang yang lebih membutuhkan, seperti petugas medis, orang sakit, atau yang sudah berusia lanjut karena lebih rentan terpapar COVID-19.

Baca juga: Presiden: Seluruh warga wajib pakai masker saat berada di luar rumah
Baca juga: WHO sebut masker medis harus diprioritaskan untuk petugas kesehatan

 

Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020