Jakarta (ANTARA News) - Hiruk pikuk panggung politik Indonesia membuat seniman sekaligus aktor perfilman, Ray Sahetapy menyampaikan gagasan tentang ke-nusantara-an serta kekuatan yang dipunyai bangsa Indonesia.

"Berdasarkan kondisi fisik dan karakter bangsa ini, saya lebih nyaman menyebut bangsa Indonesia dengan istilah nusantara," kata Ray, dalam diskusi "membedah ke-Indonesia-an" bersama budayawan di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, kata "nusa" berarti pulau, pulau terdiri dari kesatuan tanah dan di antara pulau-pulau tersebut terdapat lautan yang berarti air.

Karena keseimbangan dan karakteristik fisik Indonesia tersebut, Ray mengartikan nusantara adalah "tanah air". Dalam gagasan keseimbangan tersebut, kata dia, terdapat sebuah impian mengenai perdamaian yang ada di Indonesia.

Selain itu, Ray juga menguraikan pandangannya terkait dasar negara, yaitu Pancasila.

Dalam sila pertama, "Ketuhanan yang Maha Esa", Ray mengartikan bahwa setiap manusia Indonesia wajib menjada ciptaan Tuhan yang satu, yaitu manusia, hewan, alam dan ciptaan lainnya.

Ray memaknai sila kedua "Kemanusiaan yang adil dan beradab" dengan mengembangkan ciptaan manusia demi "kemanusiaannya" menuju peradaban yang mulia.

Kemudian sila ketiga "Persatuan Indonesia, oleh Ray diartikan menjaga persaudaraan antar manusia-manusia yang hidup di nusantara ini.

Dalam sila keempat, "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan" ia memaknai sebagai usaha untuk menciptakan aturan main demi kebenaran secara demokratis dan bertanggungjawab kepada orang banyak.

Pada sila kelima "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia", Ray mengartikan sebagai cara membagi secara jelas hasil kekayaan bumi nusantara, yaitu dengan komposisi 30 persen untuk negara, 30 persen untuk para pekerja, 30 persen bagi pemodal, serta 10 persen untuk lingkungan hidup dan kesehatan.

Menurut Ray, kesehatan harus digratiskan untuk seluruh rakyat Indonesia, sementara itu bidang pendidikan cukup dari subsidi saja.

"Orang tidak akan bisa menempuh jenjang pendidikan bila secara mental dan fisik kesehatannya terganggu," kata Ray.

Pergeseran pola pembelajaran yang berkembang dewasa ini, kata Ray, cenderung mengarah pada model pendidikan yang berpola ?kapitalistik?, baik pembelajaran yang bersifat konvensional maupun individualistik.

Demikian pula apa yang telah diterapkan oleh beberapa pakar pendidikan saat ini pun beberapa pemikirannya lebih banyak berpijak pada pola pemikiran barat dalam proses pembelajarannya, ujar Ray menambahkan. (*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009