Jakarta (ANTARA News) - Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) DKI Jakarta menemukan delapan kasus pelanggaran dalam Pilpres 2009. Dari delapan kasus pelanggaran tersebut, satu diantaranya merupakan kasus pidana yang terjadi di TPS 28 Cilangkap, Cipayung, Jakarta Timur.

Sementara, tujuh lainnya merupakan pelanggaran administratif, serta kasus pemukulan yang dilakukan anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) terhadap petugas Pemantau Pemilu Langsung (PPL).

"Kemungkinan besar laporan ini masih akan bertambah pada hari-hari berikutnya. Karena belum seluruh laporan masuk ke Panswaslu," ujar Isma Ulfasari, anggota Tim Pelaporan dan Pemeriksaan Panwaslu DKI Jakarta di kantornya, Sabtu (11/7).

Isma menuturkan, pelanggaran yang terjadi di TPS 28 Cilangkap diduga melanggar pasal 234 dan 235 UU No 42 Tahun 2009 tentang Pemilu. Saat itu, salah seorang berinisial MG menyuruh orang lain berinisial SF untuk mencontreng menggunakan nama orang lain dengan memakai formulir C4 dan oleh KPPS surat suara dianggap tidak sah.

"Kasusnya sedang dalam proses bersama Polisi, PPS, Panwascam, dan PPL Cilangkap. MG dan SF pun bersedia untuk dimintai keterangan," ujar Isma.

Sedangkan laporan-laporan yang lainnya masih termasuk kategori pelanggaran administrasi. Kasus lainnya antara lain terjadi di TPS 04 Utankayu Selatan, di mana KPPS tidak memasang atau menempel DPT. Kemudian di TPS 043 Jati, Jaktim anggota Panwaslu DKI Jakarta menangkap basah petugas KPPS yang sedang mengisi formulir C4 pada saat warga hendak melakukan pemungutan suara.

TPS 10 Pisangan Timur, Jatinegara anggota Panwaslu DKI Jakarta mendapati DPT No 534 atas nama Jojo asal Majalengka. Petugas curiga karena NIK-nya tidak sama dengan KTP yang dibawa oleh yang bersangkutan. Ternyata setelah dikroscek yang bersangkutan belum pernah membuat KTP di Jakarta.

Anggota Panwas di TPS 11 Karet, Setiabudi juga menemukan seseorang yang berasal dari Kalimantan Timur (Kaltim) menggunakan formulir A7 yang mencontreng menggunakan KTP DKI. Namun saat hendak dikroscek, yang bersangkutan langsung kabur.

Sementara di TPS 09 Payung, Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu terjadi kekurangan surat suara. Padahal menurut ketentuan yang berlaku, setiap TPS harus menyediakan surat suara cadangan sebanyak dua persen.

"Memang sudah diselesaikan oleh KPU Kepulauan Seribu, tapi pelanggaran tersebut tetap akan kita laporkan," kata Isma.

Lain lagi dengan apa yang terjadi di salah satu TPS di Pasarrebo, Jaktim. Di TPS tersebut terjadi pemukulan yang dilakukan anggota KPPS terhadap petugas PPL. Pemukulan terjadi lantaran petugas PPL memaksa melihat formulir C1 (hasil penghitungan TPS) dan membuat anggota KPPS naik pitam.

"Ini terjadi karena adanya perbedaan pandangan terhadap salah satu pasal dalam UU pemilu," tandas Isma.

Karena dalam peraturan KPU, PPL tidak harus melihat Form C1. Sementara dalam UU No 42 Tahun 2009 tentang pemilu Form C 1 wajib diperlihatkan ke PPL. Kasus ini belum masuk ke pidana karena kedua belah pihak sudah menyelesaikannya secara damai.

Sementara itu, Ramdansyah, Ketua Panwaslu DKI Jakarta mengatakan, laporan pelanggaran-pelanggaran pilpres yang masuk umumnya dilakukan oleh anggota KPPS. Ramdan menambahkan, mulai hari ini, laporan tersebut segera dikirim ke KPU DKI Jakarta untuk ditindaklanjuti.

"Semua laporan yang masuk ke kami pasti akan ditindaklanjuti," tegas Ramdansyah.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009