Banjarmasin (ANTARA News) - Adanya penemuan teknologi baru bagi dunia informasi berupa Information Technology Television (ITTV), layanan video streaming yang menampilkan berbagai informasi teknologi dinilai sebagai ancaman bagi kelangsungan dunia usaha penerbitan seperti surat kabar dan majalah.

Hal ini terungkap dalam dialog antara Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalsel, Drs.Fathurrahman dengan anggota muda wartawan PWI yang berjumlah 50 orang sekaligus sebagai peserta ujian tingkat menjadi anggota biasa yang diselenggarakan di Gedung PWI Kalsel, seperti diberitakan Selasa.

Seperti yang disampaikan Ahmad Tajuddin, salah satu peserta dari Kabupaten Tabalong (232 Km dari Banjarmasin) menurut dia dengan adanya kemudahan akses informasi melalui ITTV yang peluncurannya diprakarsai dari anak-anak mahasiswa sebuah sekolah teknik ilmu komputer di Surabaya awal 2009 lalu.

"Karena dengan adanya IT televisi yang menyediakan bermacam berita dalam dan luar negeri yang bisa diakses melalui komputer dan HP maka orang akan mulai meninggalkan sistem pemberitaan konvensional seperti koran dan majalah atau buletin yang memerlukan ruang dan waktu agar bisa membacanya," ungkap dia.

Malah, lanjut dia dengan ITTV berita apapun sudah berada dalam genggaman hanya dengan menyentuh beberapa tombol dan medianya pun sangat simpel apalagi dengan adanya blackberry hanya seukuran saku.

Rasa khawatir yang dirasakan Tajuddin yang juga redaktur sebuah koran mingguan ini sontak mendapat perhatian yang cukup serius dari semua peserta termasuk ketua PWI karena sebagian besar mereka baru tahu tentang kemajuan teknologi informasi (TI) tersebut.

Dan mendapat tanggapan beragam dari semua anggota wartawan yang terdiri wartawan kantor berita, beberapa media cetak harian/mingguan dan bulanan, RRI dan televisi ada yang ikut merasa pesimistis dan ada yang berusaha memberi solusi seperti media cetak dan elektronik harus berimprovisasi dan menyiarkan secara spesifik ciri khas dan potensi daerah yang tak tergarap oleh ITTV.

"Jujur saja kita ini kan hidupnya dari iklan, kalau beritanya pindah pada media yang lebih canggih, otomatis pemasang iklan juga pindah, yah...bisa gulung tikar usaha kita terutama penerbitan yang ada di daerah yang punya modal hanya pas-pasan," katanya agak pesimistis.

Menanggapi hal tersebut, ketua PWI Kalsel menyampaikan kebebasan orang untuk menyiarkan atau mengakses berita berbasis teknologi tinggi di dunia maya tentunya juga akan diiringi oleh dampak kurang baik pada mutu dan legalitas orang yang menyiarkan atau menyebarkannya berita pada publik.

"Ambil contoh kasus yang terjadi di Jakarta beberapa bulan yang lalu yang menimpa pada seorang pasien di rumah sakit terkenal akhirnya harus berurusan dengan hukum, dan akan terus ada contoh lainnya," tegas dia.

Untuk itu mulai sekarang mari lebih kreatif lagi agar karya atau tulisan kita punya nilai yang tinggi sehingga orang sekali membaca karya kita akan terkesan dan mencari lagi mana karya kita yang dari hari-ke hari semakin kaya dengan ide dan pemikiran mendalam.

Dan untuk diketahui berita yang kita lihat secara visual melalui TV atau pun ITTV itu juga ada sisi lemahnya dimana data dan nama orang dan lain sebagainya tidak bisa terekam dengan kuat dibenak kita, beda dengan koran ada tulisan dan data yang jelas dapat disimpan dalam jangka waktu tak terbatas, dan yang pasti tidak tergantung dengan tenaga listrik dan pulsa, kata Fathurrahman mencoba memberi semangat.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009