penetapan kenaikan iuran BPJS Kesehatan telah dilakukan sesuai perhitungan kemampuan membayar masyarakat.
Jakarta (ANTARA) - Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengeluaran Negara Kunta Wibawa Dasa menyebutkan bahwa BPJS Kesehatan memiliki utang klaim yang jatuh tempo kepada rumah sakit (RS) sebesar Rp 4,4 triliun per 13 Mei 2020.

“Melalui keputusan MA pasal 34 yang dibatalkan dengan kondisi BPJS Kesehatan sampai 13 Mei masih ada klaim yang jatuh tempo sebesar Rp 4,4 triliun. Ini belum dibayar,” katanya dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis.

Kunta mengatakan salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi BPJS Kesehatan adalah putusan Mahkamah Agung (MA) yaitu pembatalan kenaikan iuran jaminan kesehatan.

Baca juga: Dirut: Perpres 64/2020 agar BPJS Kesehatan tidak defisit

Kunta menjelaskan penetapan kenaikan iuran BPJS Kesehatan telah dilakukan sesuai perhitungan kemampuan membayar masyarakat.

Ia menyatakan jika dihitung dengan angka aktuaria maka nilai iuran yang seharusnya dibayarkan bisa lebih besar yaitu kelas I Rp280 ribu, kelas II Rp184 ribu, kelas III Rp137 ribu.

“Secara aktuaria besaran iuran PBPU mandiri kelas I bisa sampai Rp200 ribuan. Ini murni aktuaria tapi kan kami tidak menetapkan besaran segitu karena kita lihat kemampuan juga,” katanya.

Oleh sebab itu, ia menuturkan kondisi dan manajemen BPJS Kesehatan masih perlu banyak perbaikan terutama dalam rangka membayar klaim jatuh tempo yang turut berpotensi memperlebar defisit.

Kunta memprediksi kondisi keuangan BPJS Kesehatan pada 2020 akan mengalami defisit Rp6,9 triliun dengan termasuk menampung carry over defisit pada 2019 lalu yang sekitar Rp15,5 triliun.

Baca juga: Pemerintah siapkan Rp3,1 triliun untuk subsidi peserta BPJS kelas III

Kemudian, untuk outstanding klaim BPJS Kesehatan tercatat sebesar Rp6,21 triliun dengan utang klaim belum jatuh tempo mencapai Rp1,03 triliun.

“Jadi BPJS Kesehatan perlu ada perbaikan untuk mengatasi defisit,” ujarnya.

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020