Jakarta (ANTARA News) - Tim Olimpiade Kimia Indonesia yang mengikuti ajang International Chemistry Olympiad (ICHO) atau Olimpiade Kimia ke-41 di Cambridge dan Oxford, Inggris, gagal mempertahankan medali emas pada tahun ini.

"Prestasi tahun ini bisa dikatakan menurun dari tahun sebelumnya, karena tidak bisa mempertahankan medali emas. Tahun 2008 tim kita meraih satu emas dan dua perak, pada 2009 menurun dengan raihan satu perak dan tiga perunggu," kata Staf Pengajar Kimia FMIPA-UI, Dr. Ismunaryo Moenandar Mphil, saat tiba di bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, Kamis siang.

Ia mengatakan, meskipun tahun ini tidak mendapatkan medali emas seperti pada tahun sebelumnya, namun semua peserta yang mewakili Indonesia memperoleh medali.

"Meskipun tidak dapat emas, namun keempat peserta yang mewakili Indonesia semuanya menyabet medali, yaitu satu perak dan tiga perunggu," ujarnya.

Ia menambahkan, perolehan tim Indonesia diapresiasi penuh oleh Ketua Organizer Committe, Peter Wothers dari Cambridge.

"Menurut Wothers, prestasi Indonesia sangat bagus, karena semua siswa mendapat medali, artinya mereka telah melakukan yang terbaik. Tidak semua peserta dari 66 negara mendapat medali, ini prestasi yang membanggakan," imbuhnya.

Peserta yang memperoleh medali, antara lain Ivana Polim, SMA Sutomo 1 Medan meraih medali perak, Bening Tirta Muhammad, SMAN 8 Pekanbaru, Riau meraih perunggu, Aditya Mangalaputra, SMAK 1 BPK Penabur, Jakarta Barat meraih perunggu, dan Dimas Ramadhan Abdillah Fikri, SMA Taruna Nusantara, Magelang meraih perunggu.

Ia menambahkan, selama 12 tahun mengikuti ajang ilmiah tersebut, salah satu titik lemah siswa Indonesia adalah ujian praktikal.

"Di setiap IChO, ada dua jenis ujian yaitu teoretikal dan praktikal. Untuk teori, siswa kita tidak kalah dengan siswa lain, semua diatas 60 persen, tetapi untuk ujian praktikal, nilai yang diperoleh relatif rendah," ungkapnya.

Menurut dia, salah satu penyebabnya adalah minimnya praktikum di SMA, sementara ujian praktikal di IChO banyak menggunakan peralatan yang tidak pernah diperkenalkan di tingkat SMA.

"Bahkan untuk tingkat universitas pun, peralatan yang digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa jarang tersedia, seperti NMR (Nuclear Magnetic Resonance) dan alat konduktometer yang canggih," katanya.

Dari keempat siswa yang mengikuti IChO, tiga siswa diantaranya menyelesaikan SMA tahun ini dan akan melanjutkan ke tingkat universitas. Dua siswa, yaitu Bening Tirta Muhammad, dan Aditya Mangalaputra mendapat beasiswa di Departemen Kimia Nanyang Technological University (NTU), dan Dimas Ramadhan Abdillah Fikri di ITB. Sementara Ivana Polim baru duduk di kelas 3 SMA.

Sementara itu, peraih medali perak ICho 2009, Ivana Polim, mengatakan kegagalan tim Indonesia mempertahankan medali emas diakibatkan kurangnya persiapan untuk pelatihan, terutama di praktikum.

Ia berharap, pemerintah bisa menambah waktu pelatihan di teori dan praktikum, agar para peserta bisa lebih siap menghadapi ICho selanjutnya.

Para peserta Indonesia selama di Inggris, selain didampingi oleh Ketua Tim, juga didampingi Mentor ITB, Djulia Onggo, dan dua orang scientific observer Deana Wahyuningrum (ITB), Ismunaryo Moenandar (UI), dan Kasubdit Kegiatan Kesiswaan Dikdasmen Depdiknas, Muchlis Catio.

Penyelenggaran ICho ke 41 diikuti 66 negara peserta dan 260 siswa dari lima benua. (*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009