Jakarta (ANTARA News) - Advokat senior Todung Mulya Lubis berpendapat, kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, merupakan salah satu contoh fenomena dari "state capture corruption".

"Kasus Lapindo adalah manifestasi dari `state capture corruption`," kata Todung dalam diskusi yang digelar Asosiasi Profesor Indonesia di Jakarta, Kamis.

Ia memaparkan, `state capture corruption` terjadi bila terdapat pihak yang berhasil menggerakkan instrumen kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi pihak tersebut.

Indikasinya, ujar Todung, adalah terdapat perilaku penyelewengan kekuasaan sehingga bisa membebaskan pihak-pihak tertentu dari tanggung jawab yang menimpa para korban seperti dalam kasus Lapindo.

Namun, ia masih bersyukur karena masih terdapat sejumlah orang seperti Menteri Negara Lingkungan Hidup Rahmat Witoelar yang menyatakan tragedi Lapindo adalah hasil tindakan manusia dan bukan bencana alam.

Todung menegaskan, berbagai faktor yang mengakibatkan tingkat korupsi masih tetap tinggi antara lain pemberantasan korupsi masih bersifat tebang pilih, ketidakharmonisan antarlembaga penegak hukum, dan adanya fenomena "corruptor fight back".

Di tempat terpisah, anggota DPR Taufiqurrahman Saleh mengemukakan, putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak gugatan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) terkait semburan lumpur di Sidoarjo sudah final dan mengikat.

"MA adalah lembaga peradilan tertinggi di negara ini. Jadi, apa pun keputusannya, semua pihak harus tunduk dan mematuhinya," kata Taufiqurrahman.

Menurut dia, keluarnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus semburan lumpur Sidoarjo oleh Kepolisian Daerah Jawa Timur juga merujuk pada putusan MA.

Ia menjelaskan, keputusan MA pada intinya menyatakan bahwa semburan lumpur Sidoarjo bukan disebabkan oleh kesalahan manusia (human error) tetapi karena bencana alam.

Menurut Taufiqurrohman, setelah keluarnya keputusan MA yang disusul dengan SP3 dari Polda Jatim, maka pemerintah secara otomatis harus mengambilalih penanganan semburan lumpur di Sidoarjo.

"Negara berkewajiban memberikan ganti rugi kepada warga masyarakat yang terkena bencana lumpur," katanya.(*)

Pewarta: Luki Satrio
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009