Blitar (ANTARA News) - Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mewacanakan TKI sektor informal yang bekerja sebagai penata laksana rumah tangga tidak tinggal di rumah majikan.

"Agar TKI lebih terlindungi," kata Jumhur saat berdialog dan memberikan santunan kepada sejumlah mantan TKI bermasalah di Kabupaten Blitar, Jatim, Jumat.

Jumhur menyatakan TKI informal rawan terkena berbagai tindakan kekerasan atau pelecehan seksual terlebih bila mendapat majikan yang kurang menghormati dan menghargai TKI.

"Mereka menjadi objek kekerasan dari majikan," katanya.

Selain itu, katanya, kerap TKI tak hanya dipekerjakan oleh majikan dan keluarga tetapi juga harus melayani saudara atau kerabat majikan sehingga menambah beban kerja.

"Hal itu menyebabkan banyak TKI yang bekerja 24 jam sehari padahal semestinya 8-10 jam," katanya.

Oleh karena itu, keberadaan TKI sektor informal harus mendapat perlindungan maksimal antara lain mengubah mekanisme dari tinggal di rumah majikan (live in) menjadi tidak tinggal di rumah majikan (live out).

"Mereka perlu diasramakan, pagi hari diantar ke rumah majikan lalu petang hari dijemput kembali ke asrama," katanya.

Menjawab pertanyaan seorang peserta soal klaim asuransi yang sangat susah didapat, Jumhur mengakui bahwa perlindungan TKI masih belum sempurna terutama dalam proses klaim asuransi.

"Kalau soal asuransi problemnya lebih pada peraturan yang lebih pada skandal yang menguntungkan perusahaan asuransi bukan pada TKI," katanya.

Jumhur menyebutkan dari premi yang didapat oleh perusahaan asuransi sebesar Rp500 miliar baru sekitar Rp100 miliar klaim asuransi yang dibayarkan untuk TKI.

"Asuransi bukan saya yang urus, ada di departemen tenaga kerja tetapi keluhan TKI soal itu datang kepada saya," katanya.

Jumhur optimistis dalam kabinet mendatang peraturan asuransi lebih berpihak pada TKI sehingga jaminan perlindungan kepada TKI semakin baik. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009