Mataram (ANTARA News) - Sekitar 140 anggota Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Nusa Tenggara Barat (NTB) bershalat tarawih di pengungsian yang didiaminya sejak 2006 lalu.

Sejak rumah di Gegerung, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, dirusak dan dibakar masa tahun 2006, sampai sekarang mereka bertahan di asrama Transito, Majeluk, Mataram, karena belum berani pulang.

Jamiludin salah seorang JAI mengatakan, semua aktifitas keagamaan di lakukan di pengungsian termasuk shalat jumat, karena jumlah warga ahmadiyah dinilai cukup semukim, atau memenuhi syarat untuk mengadakan shalat Jumat.

Selama di pengungsian, mereka hanya mendapat batuan beras sekitar setahun dan setelah itu bantuan tidak ada lagi. Mereka mencari nafkah sebagai tukang batu dan tukang ojek untuk menyambung hidup.

"Puluhan JAI ingin kembali ke kampung halamannya, namun masih takut, karena tidak ada jaminan keamanan dari pemerintanh," jelasnya.

"Keberadaan pengungsi JAI yang menempati asrama Transito, Majeluk, Mataram, membuat calon transmigran kurang nyaman," kata Kepala Bidang Penyiapan Pemukiman dan Penempatan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTB, H. Syarifuddin.

Sejak Jemaat Ahmadiyah menempati asrata Transito, sejak itu pula asrama tidak terurus sehingga sejumlah kamar mandi dan beberapa ruang operasional rusak.

Asrama Transito sangat bermanfaat untuk menampung calon transmigran terutama yang akan dimukimkan ke luar NTB, karena di asrama calon transmigran mendapat pembekalan termasuk latihan keterampilan.

"Calon trans yang akan dimukinkan ditempatkan pada blok yang lain, namun ketika ada pelatihan sangat terganggu, karena mereka terkadang ribut," katanya.

"Sebanyak 150 Kepala Keluarga (KK) penduduk Lombok, NTB tahun 2009 akan dimukimkan di berbagai daerah di Indonesia dan kini masih menunggu kesiapan di lokasi," katanya.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009