Jakarta (ANTARA News) - Hari masih gelap. Pukul 05.00 subuh. Matahari masih enggan menampakkan diri di langit Guangzhou, tetapi aktivitas di pasar buah dan sayur Jiangnan sudah menggeliat.

Lampu-lampu TL (neon) dan pijar seperti memiliki daya tarik besar bagi para pedagang dan pembeli untuk memulai kegiatannya pagi itu, tidak terkecuali Sun Jun (40-an), importir buah.

Pada Kamis (24/9) dia mengimpor durian montong dari Thailand dan akan menjualnya ke sejumlah daerah di China, seperti ke Beijing, Sichuan dan daerah lainnya.

Sun adalah satu dari ratusan importir buah dan sayur di pasar Jiangnan. Buah impor dari Thailand, Afrika Selatan dan Amerika Serikat mendominasi perdagangan buah impor di pasar ini.

Beragam jenis apel, pir, chery, lengkeng, pisang, nanas, pepaya, juga nangka diperdagangkan di sini. Dari Indonesia, sejumlah importir Guangzhou mendatangkan manggis.

Ye Taou Lin, Humas pasar Jiangnan mengatakan manggis asal Indonesia mendapatkan tempat tersendiri karena dia ada saat buah manggis dari negara lain, seperti Thailand dan Malaysia, sudah usai atau belum panen.

Manggis Indonesia datang pada Desember hingga Januari dan didistribusikan ke sejumlah daerah di China. Ye tidak tau pasti berapa banyak manggis Indonesia masuk ke China via Jiangnan. Hari ini, Kamis (24/9), di satu outlet, belasan kotak manggis Indonesia dipajang di pinggir jalan di pasar itu.

Manggis itu diimpor dari Denpasar, Bali, dengan menggunakan sebuah maskapai penerbangan asal Malaysia.

Potensi pasar buah dan sayur di Jiangnan sangat besar. Sejumlah 80 persen buah impor ke China, masuk melalui pasar ini. Dalam tiga tahun terakhir, pasar ini menjadi pasar buah impor terbesar di China dan nomer satu untuk sayuran pada setahun terakhir.

Jiangnan juga menjadi pasar bagi buah dan sayur lokal yang diekspor ke Jepang, Hong Kong, Makau dan sejumlah negara di Asia Tenggara, di samping didistribusikan ke seluruh China.

Pasar ini dikelola dengan baik. Para pedagang memajang buah dan sayurnya dalam kotak kemasan (box) terbuka di tepi jalan, sementara di belakang truk atau kontainer memamerkan jumlah barang yang mereka miliki dan siap diantar.


Bersih dan Kering

Jangan khawatir dengan aroma di sini. Bersih dan kering adalah dua kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi Jiangnan. Tidak ada sampah yang menumpuk dan air limbah yang menggenang. Semua dikelola dengan baik oleh sekitar 900 karyawan yang dibagi dalam tiga shift.

Pasar ini dibangun di atas tanah seluas 180.000 meter persegi pada 1994 dengan biaya 500 miliar Yuan (satu dolar AS sama dengan 6,7 Yuan) dan menjadi terbesar di China setelah melalui perjuangan panjang selama 10 tahun. Kini sekitar 500 pedagang beraktivitas setiap hari.

Ratusan jenis buah dan sayur diperdagangkan di sini. Pada 2005, sekitar 10 juta kg buah per hari diperdagangkan dan kini angka itu menjadi 20 juta kg per hari. Sementara sayuran dari 7 juta kg per hari menjadi 15 juta kg per hari pada jangka waktu yang sama dengan nilai transaksi mencapai 20 miliar Yuan (RMB).

Pasar buah dibagi dalam tiga kategori, yakni pasar domestik, pasar buah Asia Tenggara dan pasar buah negara barat. Struktur bangunan pasar dibuat dengan rangka besi yang terbuka dan tinggi (seperti hall yang memanjang) hingga truk kontainer bisa parkir dengan leluasa. Sebagai gambaran, setiap hari sekitar 200 kontainer buah impor parkir di sini.

Pasar sayur juga dibagi tiga, yakni daerah perdagangan sayur kering, sayur segar dan daerah perdagangan sayur memerlukan pendingin (refrigerated).

Guangzhou dengan Delta Sungai Mutiaranya (Pearl River) menjadi tempat strategis bagi perdagangan sayur lokal karena daerah ini merupakan daerah subur dengan musim yang pas untuk bercocok tanam.

Sayuran yang diperdagangkan di Jiangnan memasok kebutuhan 80 persen sayuran di Guangzhou. Perdagangan sayuran di pasar Jiangnan juga didistribusikan ke seluruh China, Hong Kong, Makau, Jepang dan Asia Tenggara.

Fasilitas yang dimiliki juga sangat baik, seperti pengelolaan air limbah, mesin kompresi sampah dan tiga pembangkit listrik berdaya 15.030 KVA. Pemerintah Guangzhou juga menyediakan fasilitas perkantoran, bank, restoran, areal parkir yang cukup, "cold storage", "ice workshop", dan pelayanan transportasi yang membuat transaksi menjadi lancar.

Setiap hari, ribuan pedagang dan pembeli ramai bertransaksi. Jumlah pengunjung meningkat di akhir pekan. Para pedagang dari Amerika Serikat, Australia, Thailand, Afrika Selatan, Peru, China dan sejumlah pedagang dari negara lain menemui mitranya di sini.

Pagi itu Sun Jun mendatangkan seratusan kotak durian montong Thailand. Dia juga siap mengantarkan buah tersebut ke seluruh penjuru China, jika diperlukan, kecuali Tibet.

Mengapa tidak ke Tibet? Heming Wu, Wakil GM Jiangnan mengatakan para pedagang tidak mengirim buah ke Tibet bukan karena kasus Dalai Lama, tetapi karena alasan ekonomis, yakni biaya pengiriman menjadi mahal karena sulit menjangkau negeri itu, di samping potensi pasarnya juga kecil.

Jika alasannya demikian.... okelah!.(*)

Oleh Oleh Erafzon Sas
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009