Jakarta (ANTARA News) - Rapat konsultasi antara pimpinan DPR dan pimpinan fraksi di Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin memutuskan bahwa terkait kontroversi anggota Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) RI akan mengikuti fatwa Mahkamah Agung (MA) mengenai azas legalitas formal keanggotaan BPK.

Rapat konsultasi ini merupakan pengganti rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR. Dengan mengikuti fatwa MA, maka DPR menganulir dua calon anggota BPK terpilih dan selanjutnya diganti dua calon yang menempati urutan berikutnya.

Dua calon anggota BPK yang disetujui untuk ditetapkan sebagai calon terpilih (berdasarkan urutan hasil uji kelayakan dan kepatutan DPR) adalah TM Nurlif dan Alimasykur Musa.

"Fatwa MA itu menegaskan azas legalitas formal, yaitu UU No.15/2006 tentang BPK Pasal 13 Ayat (j)," kata Ketua Fraksi Partai Damai Sejahtera (PDS) Carol Kadang.

Menurut dia, PDS dapat menerima alasan azas legalitas formal UU sesuai fatwa MA dalam menentukan komposisi anggota BPK.

Sedangkan Sekretaris Fraksi PDIP DPR Ganjar Pranowo mengungkapkan, berdasarkan UU tentang BPK, apabila pejabat di internal BPK akan mencalonkan diri menjadi anggota BPK, maka maksimal dua tahun sebelum maju sebagai kandidat anggota BPK harus mengundurkan diri dari posisinya di BPK.

"Kalau saya baca jelas sekali bahwa maksimal dua tahun sebelum maju sebagai kandidat BPK harus mundur. Filosofinya untuk menghindari konflik kepentingan," katanya.

Hal itu merupakan norma yang tertuang dalam UU tentang BPK yang haus dihormati. "Sebaiknya, aturan itu tidak dilanggar. (Kalau dilanggar) Ini akan menjadi preseden tidak baik dalam pelaksanaan UU," kata Ganjar.

Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa (29/9) akan memutuskan apakah kedua anggota BPK terpilih yang berasal dari internal BPK bisa ditetapkan sebagai anggota BPK.

Sebelumnya, Sekjen Departemen Keuangan Mulia Nasution yang juga anggota Tim Perumus Undang-Undang 15/2006 tentang BPK meminta agar DPR menghormati fatwa yang dikeluarkan MA mengenai tidak adanya konflik kepentingan jika anggota BPK diisi orang internal BPK.

"Sudah seharusnya, kedua anggota BPK terpilih itu dilantik bersamaan, karena fatwa MA menyatakan tidak ada konflik kepentingan keduanya sebagai internal BPK," kata Mulia di Jakarta, Senin.

Dia mengatakan, dengan menghormati pendapat hukum MA maka pelaksanaan UU 15/2006 itu bisa dilaksanakan dengan bijak, apalagi dalam penyusunan UU itu, tim perumus telah memikirkan tidak akan ada konflik kepentingan bagi internal BPK yang terpilih menjadi anggota BPK.

"Selain itu, seharusnya DPR menghormati fatwa MA karena DPR juga yang memintakan hal itu," katanya.

Sebelumnya, rapat paripurna DPR RI pada awal September menolak untuk langsung menerima keputusan Komisi XI mengenai hasil seleksi calon anggota BPK yang telah memilih tujuh nama termasuk dua anggota BPK dari internal BPK termasuk Dharma Bakti dan Gunawan Sidauruk.

Penetapan kedua calon dari internal BPK itu menimbulkan kontroversi karena pasal 13 huruf (j) UU 15/2006 yang menyatakan bahwa calon anggota BPK harus telah meninggalkan jabatan di lingkungan pengelola keuangan negara selama dua tahun.

Sementara itu Dharma Bakti masih menjabat sebagai Sekjen BPK, sedangkan Gunawan Sidauruk sebagai Kepala Perwakilan BPK Jawa Barat.

Rapat paripurna itu kemudian menyepakati hanya meneruskan lima calon yang terpilih menjadi anggota BPK kepada Presiden sementara untuk dua calon lain harus meminta fatwa Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).

Lima orang calon anggota BPK yang akan diteruskan ke Presiden adalah Hasan Bisri, Hadi Purnomo, Rizal Djalil, Moermahadi Soerja Djanegara, dan Taufiequrrahman Ruki. Mereka akan menggantikan anggota BPK lama yang akan berakhir masa tugasnya 19 Oktober 2009.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009