Teheran (ANTARA News/Reuters) - Iran telah menangkap sejumlah orang dalam kaitan dengan serangan bom bunuh diri pekan ini yang menewaskan puluhan orang dan berharap Pakistan menahan dan menyerahkan para tersangka utama, kata kepala kepolisian Iran, Rabu.

Pakistan telah menyatakan akan membantu Iran memburu pelaku-pelaku pemboman itu.

Iran, negara berpenduduk mayoritas Syiah, mengatakan, kelompok pemberontak Sunni yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan pada Minggu di kawasan tenggara yang bergolak itu beroperasi dari Pakistan.

"Teroris-teroris itu berpangkalan di Pakistan dan pemerintah Pakistan bertanggung jawab atas masalah ini," kata kepala kepolisian Iran Esmail Ahmadi-Moghaddam, seperti dikutip kantor berita Fars.

"Kami berharap setidaknya kepala-kepala kelompok ini diserahkan ke negara kami," tambahnya.

Ia menyatakan, "Sejumlah unsur yang terkait dengan teroris telah ditangkap" oleh pasukan keamanan Iran, menurut kantor berita IRNA tanpa penjelasan lebih lanjut.

Garda Revolusi Iran, yang kehilangan perwira-perwira tinggi dalam ledakan tersebut, menyatakan, militan-militan itu didukung oleh AS, Inggris dan Pakistan. Namun, Washington, London dan Islamabad membantah terlibat dan bahkan mengutuk serangan itu, pemboman paling mematikan di Iran sejak perang 1980-1988 dengan Irak.

"Tanpa dukungan dari badan-badan intelijen negara lain para teroris itu tidak akan bisa melancarkan serangan tersebut," kata Mojtaba Samareh-Hashemi, seorang penasihat senior Presiden Mahmoud Ahmadinejad, seperti dilaporkan IRNA.

Selasa, seorang komandan senior Garda Revolusi, Jendral Mohammad Pakpour, mengklaim bahwa pasukannya telah diberi izin utuk menghadapi kelompok gerilya Sunni Jundallah (Prajurit Tuhan) di dalam wilayah Pakistan, kata televisi pemerintah.

Tidak disebutkan apakah izin untuk operasi yang dimaksudkan itu diberikan oleh Pakistan atau pihak berwenang Iran.

Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mehmood Qureshi menolak berkomentar mengenai laporan itu dan mengatakan, delegasi Iran dijadwalkan mengunjungi Pakistan untuk melakukan perundingan. Samareh-Hashemi mengatakan, Iran akan mengajukan dokumen yang menunjukkan keterlibatan intelijen asing.

"Kami akan membantu mereka dan mendukung mereka dalam membongkar orang-orang yang bertanggung jawab," kata Qureshi kepada Reuters.

Media Iran mengatakan, kelompok gerilya muslim Sunni Jundallah mengklaim bertanggung jawab atas pemboman Minggu di provinsi Sistan-Baluchestan yang menewaskan 42 orang, termasuk komandan-komandan Garda Revolusi Iran.

Minggu (18/10), kantor berita Fars mengumumkan nama 35 orang yang tewas dalam serangan itu dan mengatakan, penyerang melakukan aksi bunuh diri itu ketika perwira-perwira Garda Revolusi bertemu dengan para pemimpin masyarakat Sunni dan Syiah.

Menurut Fars, diantara mereka yang tewas adalah Jendral Nur-Ali Shushtari, deputi panglima pasukan darat Garda Revolusi, Jendral Mohammad-Zadeh, panglima Garda Revolusi di provinsi Sistan-Baluchestan, komandan kota Iranshahr dan komandan satuan Amir al-Momenin.

Tiga komandan lain dari provinsi berdekatan juga tewas dalam pemboman itu.

Sejumlah pemimpin suku pada pertemuan di provinsi Sistan-Baluchestan yang merupakan ajang pemberontakan Sunni itu juga tewas dalam serangan tersebut.

Juga Minggu, ketua parlemen Iran Ali Larijani menuduh bahwa AS terlibat dalam serangan mematikan itu.

"Kami menganggap serangan teroris terkhir ini merupakan hasil dari tindakan AS. Ini tanda permusuhan AS terhadap negara kami," katanya.

"Tuan Obama telah menyatakan bahwa ia akan mengulurkan tangannya kepada Iran, namun dengan aksi teroris ini ia telah membakar tangannya," kata Larijani, menunjuk pada tawaran diplomatik Presiden AS Barack Obama kepada Iran.

Pemerintah Washington langsung membantah keterlibatan dalam serangan bom mematikan di Iran dan malah mengutuknya.

"Kami mengutuk aksi terorisme ini dan berkabung atas kematian orang-orang yang tidak berdosa," kata jurubicara Kementerian Luar Negeri AS Ian Kelly dalam sebuah pernyataan di Washington, Minggu.

"Laporan-laporan bahwa AS dituduh terlibat tidak benar sama sekali," katanya.

Para pejabat Iran sebelumnya telah menuduh Inggris dan AS mendukung pemberontak minoritas etnik seperti Jundallah yang beroperasi di daerah-daerah perbatasan sensitif, khususnya di provinsi Sistan-Baluchestan.

Korps Garda Revolusi, yang kini diyakini mencakup lebih dari 100.000 prajurit, bertugas menangkal ancaman-ancaman dari kelompok gerilya kiri dan aparat militer yang tetap setia pada mantan shah Iran dukungan AS yang digulingkan dalam revolusi Islam pada 1979.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009