Bandung (ANTARA News) - Puncak Konferensi Koalisi Kota bertema "International Conference on the Coalition of Cities Against Discrimination 2009" digelar di Gedung Merdeka Kota Bandung, 29-30 Oktober 2009 melahirkan "Spirit of Bandung II" atau Semangat Bandung II.

Pendeklarasian "Spirit of Bandung II" itu dilakukan di penghujung konferensi dan dibacakan oleh Wakil Gubernur Jawa Barat H Dede Yusuf dan didampingi oleh Dr Darryl Macer, Adviser for Social anf Human Sciences in Asia and The Pacific UNESCO, Jumat sore.

Konferensi yang diikuti sekitar 138 walikota dan perwakilan legislatif dari 23 negara itu menyepakati untuk melawan diskriminasi di dunia, sekaligus langkah awal untuk melakukan gerakan yang lebih luas untuk menentang perlakuan diskriminatif.

Selain itu, para delegasi menyepakati untuk membuat kebijakan-kebijakan yang tidak memupuk diskriminasi terhadap rakyatnya sekaligus menyerukan langkah itu untuk diikuti oleh kota-kota lainnya di dunia.

Penegakan hak-hak pekerja migran atau "migran workers" juga menjadi salah satu perhatian dan penekanan dari peserta konferensi menyusul banyaknya perlakuan diskriminasi terhadap buruh dan pekerja migran dari kawasan Asia dan Afrika.

Koalisi kota anti diskriminasi itu juga menyatakan komitmennya untuk melakukan perluasan gerakan melawan diskriminasi dengan menerapkan kebijakan-kebijakan publik di kota masing-masing yang menekan potensi diskriminasi.

"Kota Bandung punya Spirit of Bandung yang dilahirkan pada Konferensi KAA 1955 lalu, dan hari ini di tempat sama Gedung Merdeka kami nyatakan lahirnya "Spirit of Bandung II" melawan diskriminasi," kata Dede Yusuf yang juga sebagai pimpinan konferensi yang digagas oleh UNESCO itu.

Sebagai bentuk kesungguhan untuk melakukan gerakan massal melawan diskriminasi yang dilakukan oleh kota-kota di dunia, para delegasi itu juga menandatangani komitmen bersama yang digelar di penghujung kegiatan itu.

Pada kesempatan itu juga disepakati perlunya `jembatan` komunikasi diantara koalisi kota-kota itu untuk menjadikan gerakan tersebut lebih optimal dan keanggotaanya berkembang.

"Diusulkan pertemuan koalisi kota ini digelar setiap tahun, baik di Bandung maupun di kota-kota lainnya. Tingkatannya bukan `state` namun kota. Hasil dari konferensi ini diharapkan bisa menjadi acuan dalam penetapan regulasi di kota masing-masing," kata Dede Yusuf.

Terkait penekanan terhadap pekerja migran, Dede berpandangan hal itu merupakan topik yang tidak bisa dikesampingkan karena migrasi pekerja antar negara saat ini terus meningkat.

"Faktanya masih banyak perlakuan diskriminatif terhadap pekerja migran, hal itu harus menjadi perhatian dari pemerintah kota-kota di dunia dalam memberikan perlakuan dan perlindungan terhadap mereka," katanya.

Sementara itu Assistant Director General Unesco, Pierre Sane menyebutkan, pertemuan di Kota Bandung sangat strategis melawan diskriminasi sebagai dampak krisis global saat ini.

Piere menyebutkan, krisis global saat ini telah banyak menimbulkan perlakuan diskriminatif. Salah satunya akibat dampak pengurangan pendanaan sosial yang memaksa sebagian masyarakat kurang mendapatkan hak pelayanan yang maksimal.

"Perlu ada sinergitas semua elemen mulai dari pemerintah, swasta, pengusaha, pendidik, guru, politisi, pemuka agama dan yang lainnya untuk dapat mengentaskan diskriminasi. Salah satu upaya dilakukan dengan mempengaruhi dan memberi masukan kepada pengambil kebijakan di tingkat pemerintahan lokal," kata Pierre Sane.

Hal senada diungkapkan oleh Sekjen United Cities and Local Goverment (UCLG) Asia Pacific, Peter Woods yang menyatakan konferensi koalisi kota yang digelar di Kota Bandung itu diharapkan bisa menyatukan komitmen kota-kota didunia untuk melawan diskriminasi.

Menurut Peter, perlunya koalisi untuk menggerakkan kota-kota dan provinsi di dunia untuk berjuang melawan diskriminasi dengan memperkuat kebihakan masing-masing tentang penghentian perlakuan yang tidak adil itu.

"Perlu terus dicari cara baru yang lebih baik untuk melawan diskriminasi, dan tidak berhenti sampai di sini," kata Peter Woods.

Sementara itu, Konferensi Koalisi Kota melawan diskriminasi itu juga diikuti sekitar 53 wali kota dan perwakilan legislatif dari beberapa kabupaten/ kota di Indonesia.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009