Medan (ANTARA News) - Para akademisi di kalangan dunia pendidikan Islam harus mampu mencari dan merumuskan format baru agar lulusan bidang keagamaan itu tidak "dimarjinalkan" (dikecilkan) dalam persaingan global.

"Perlu dilakukan reorganisasi dan rekonstruksi dalam metode keilmuan pendidikan tinggi Islam," kata Pejabat Wali Kota Medan, Rahudman Harahap ketika membuka acara pertemuan Forum Kerja Sama Institusi Pendidikan Tinggi Islam Asia Tenggara di Medan, Jumat malam.

Selama ini, kata Rahudman, dunia pendidikan tinggi Islam di Asia Tenggara seakan-akan dikecilkan dan dianggap tidak memiliki kemampuan dalam dunia persaingan global.

Selain itu, dunia pendidikan tinggi Islam juga mengalami pencitraan yang kurang positif sebagai lembaga yang menghasilkan kelompok-kelompok radikal.

Karena itu, kata dia, Forum Kerja Sama Institusi Pendidikan Tinggi Islam Asia Tenggara harus mampu melahirkan konsep dan format baru dalam dunia pendidikan tersebut.

Salah satu format itu adalah mampu melahirkan lulusan perguruan tinggi Islam yang lebih aplikatif dan menguasai nilai-nilai kemanusiaan modern.

Namun, ia mengungkapkan optimisme bahwa hal itu mampu dilakukan para peserta dalam Forum Kerja Sama Institusi Pendidikan Tinggi Islam Asia Tenggara tersebut.

"Apalagi para pesertanya terdiri atas akademisi yang berkualitas internasional," katanya.

Ketua Forum Kerja Sama Institusi Pendidikan Tinggi Islam Asia Tenggara, Prof Dr Syahrin Harahap mengatakan, pihaknya memang bermaksud mencari format baru dalam pendidikan Islam dalam pertemuan itu.

"Tidak ada umat Islam yang mau dituduh sebagai dalang terorisme," katanya.

Syahrin mengatakan, hasil dalam pertemuan akan disampaikan kepada pemerintah di negara masing-masing, termasuk Indonesia sebagai rekomendasi metode pendidikan Islam.

"Intinya, kami menginginkan agar lulusan pendidikan tinggi Islam mampu menjadi rahmat bagi seluruh alam," kata Guru Besar IAIN Sumut itu.

Pertemuan Forum Kerja Sama Institusi Pendidikan Tinggi Islam Asia Tenggara itu diikuti sekitar 200 dosen perguruan tinggi di Asia Tenggara.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009