Jakarta (ANTARA News) - Kepala Divisi Pembinaan Hukum Polri Brigjen Pol Budi Gunawan menyatakan, pengakuan Kombes Pol Wiliardi sebagai saksi untuk terdakwa Antasari Azhar di persidangan yang diyakini palsu dapat dipidanakan.

Menurut Budi di Jakarta, Rabu, mantan Kapolres Metro Jakarta Selatan itu telah memberikan keterangan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) di bawah sumpah.

Jika Wiliardi mencabut atau mengubah keterangan BAP di persidangan maka, dia harus dapat membuktikan secara hukum keterangan yang telah diubah itu.

"Bila keterangan itu palsu, maka dia dapat dijerat dengan pasal 242 KUHP tentang memberikan keterangan palsu di bawah sumpah dengan ancaman hukuman tujuh tahun penjara," katanya.

Dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Selasa (10/11) Wiliardi menyatakan, kasus yang menyeret dirinya dan Antasari sebagai terdakwa pembunuhan Direktur Putra Rajawali Banjara Nasrudin Zulkarnain adalah rekayasa Polri.

Wiliardi mengaku bahwa ada tekanan selama menjalani pemeriksaan.

"Kita berharap agar penyidik dapat dihadirkan ke persidangan agar mampu membedakan mana keterangan berdasarkan fakta dan mana yang palsu," katanya.

Budi juga mempertanyaan kapasitas isteri Wiliardi yang juga ikut menyebut adanya rekayasa dalam kasus itu.

"Dia ikut melihat, mendengar atau mengalami kasus ini. Atau dia sekedar mendengar cerita dari Wiliardi," katanya.

Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Nanan Soekarna menyakini semua keterangan Kombes Pol Wiliardi Wizard tidak akan mempengaruhi keterlibatan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar.

Untuk menetapkan Antasari sebagai tersangka, penyidik tidak butuh keterangan saksi Williardi sebab alat bukti lainnya telah cukup, kata Nanan.

Ia mengatakan, dengan alat bukti lain yang cukup maka tidak mungkin penyidik melakukan rekayasa kasus.

"Buat apa penyidik merekayasa dan memaksa. Penyidik punya alat bukti yang cukup," katanya.

Nanan mengatakan, pengakuan Wiliardi di persidangan tidak menjadi masalah bagi kasus itu.

Ia mengatakan, penyidikan kasus pembunuhan Nasrudin dengan membawa Antasari dan Wiliardi sebagai tersangka melalui proses yang panjang dan tidak datang dalam waktu cepat atau seketika.

"Dimulai dengan lokasi kejadian menangkap pelaku di lapangan lalu ada alat bukti hingga menjadikannya sebagai tersangka," katanya.

Nanan juga menunjukkan beberapa potong rekaman yang menunjukkan Antasari dan Wiliardi diperiksa dengan rileks bahkan mereka sambil menghisap rokok.

Dalam rekaman itu, Wiliardi melempar rokok ke meja setelah mengambil sebatang rokok untuk dihisap di sela-sela pemeriksaan.

Ia juga sering mengangkat tangan sambil memandang ke kanan kiri saat menjelaskan satu perkara.

Antasari dalam rekaman itu sempat tertawa terbahak-bahak ketika terjadi dialog antara dirinya dengan penyidik.

Nanan mengatakan, rekaman itu dapat dibuka ke media massa karena bukan menjadi alat bukti di pengadilan.

"Kami tidak ingin berdebat di media tapi demi keseimbangan berita maka hal itu kami sampaikan saja agar ada informasi yang berimbang," katanya.

Nanan menyatakan, bahwa penyidik Polda Metro Jaya yang menangani kasus itu siap dihadirkan di pengadilan untuk menjelaskan kasus itu.

"Kami berharap agar para penyidik dipanggil ke pengadilan untuk menjelaskan berbagai hal," katanya.

Sementara itu, mantan Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Irjen Pol Hadiatmoko mengaku siap hadir ke pengadilan sebagai saksi.

Ia membantah telah ikut menekan dan merekayasa kasus agar Antasari dibawa ke pengadilan.

"Saya bukan penyidiknya. Yang menyidik itu yang pangkatnya Iptu, AKP dan Kompol," katanya.

Namun, ia mengaku sempat bertemu dengan Wiliardi pada 29 April 2009 setelah ditangkap.

Saat bertemu Wiliardi, kata Hadiatmoko, status Wiliardi masih pemeriksaan provos dan bukan penyidik reserse.

"Pertemuan berikutnya dengan Wiliardi ya usai shalat Jumat di Rutan Bareskrim. Saya sapa dia. Gimana kabar, Adinda?. Makannya gimana? Dia jawab makannya cukup," katanya.

Hadiatmoko menyapa Wiliardi dengan Adinda karena dia alumni Akpol 1978 sedangkan Wiliardi alumni 1984. Di kalangan Polri, yang senior sering memanggil yunior dengan sebutan dik, adik atau adinda.

Hadiatmoko menegaskan, semua keterangan Wiliardi menyangkut dirinya di persidangan tidak benar.(*) 

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009