Jakarta (ANTARA News) - Anggota Arbitrase Partai Amanat Nasional (PAN), Hamid Husein mendesak Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya memeriksa Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (Ketum DPP) PAN, Sutrisno Bachir terkait dugaan pemalsuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) pada Kongres II 2005 di Semarang, Jawa Tengah.

"Penyidik Polda Metro Jaya sudah memanggil Sutrisno Bachir sebagai saksi, namun yang bersangkutan mengabaikan panggilan tersebut," kata Hamid Husein saat mendatangi Markas Besar (Mabes) Polri di Jakarta Selatan, Kamis.

Hamid menyebutkan berdasarkan surat keterangan dari polisi, pihak Polda Metro Jaya sudah melayangkan surat panggilan pertama pada 16 Februari 2009 dan panggilan kedua pada 26 Februari 2009 kepada Sutrisno Bachir, tetapi Ketum DPP PAN tersebut tidak memenuhi panggilan penyidik tanpa alasan yang patut dan wajar.

Hamid juga menyatakan polisi menjelaskan kepada dirinya pada surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) tertanggal 28 April 2009, tentang penyidik sudah memeriksa dan membuatn berita acara pemeriksaan (BAP) terhadap delapan saksi dari kalangan pengurus dan mantan pengurus PAN, serta saksi ahli.

Saksi yang menjalani pemeriksaan, yakni Hamid Husein, Benny Muharam, Muhammad Suwardi, Prof. Moh. Askin, Suwarno Adiwijoyo, Viva Yoga Mauladi, Notaris Muhammad Hanafi dan saksi ahli DR. Rudy Satriyo Mukantardjo.

Anggota Arbitrase PAN ini, mengungkapkan dugaan pemalsuan AD/ART PAN berawal dari Kongres II di Semarang, 7-11 April 2005, memutuskan Sutrisno Bachir sebagai Ketum PAN dan mensahkan perubahan materi AD/ART.

Hamid menuturkan perubahan materi AD/ART yang sudah disahkan pada kongres, ternyata mengalami perubahan kembali atau dipalsukan setelah selesai kongres, padahal agenda kongres merupakan forum tertinggi partai berlambang matahari biru itu.

Hamid mengatakan bukti pemalsuan AD/ART PAN itu, antara lain pembuatan akte notaris perubahan AD/ART dan kepengurusan DPP PAN periode 2005-2010 yang tidak ditandatangani pimpinan sidang pleno III Kongres II PAN Tahun 2005.

Usai pembuatan akte AD/ART PAN oleh notaris Muhammad Hanafi pada 1 Juni 2005, Hamid menjelaskan Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal PAN mendaftarkan akte AD/ART yang diduga palsu itu ke Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Depkumham).

Kemudian Depkumham mengeluarkan surat keputusan menerima permohonan perubahan AD/ART dan pergantian pengurus DPP PAN periode 2005-2010 berdasarkan akte yang dikeluarkan Notaris Muhammad Hanafi.

Namun Ketua Badan Arbitrase PAN mengirim surat kepada Ketum PAN untuk mempertanyakan adanya perubahan AD/ART yang diaktekan oleh Notaris Muhammad Hanafi dengan AD/ART hasil Kongres II.

"Namun tidak ada tanggapan sehingga menempuh jalur hukum dengan menggugat secara perdata melalui pengadilan," kata Hamid seraya menambahkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan AD/ART PAN bertentangan dengan hukum dan ADR/ART PAN tidak mempunyai kekuatan hukum.

Dugaan pemalsuan AD/ART PAN menyangkut enam ayat dari tiga pasal Anggaran Dasar dan 22 pasal Anggaran Rumah Tangga (ART), antara lain penambahan dua ayat pada Pasal 19 AD, yakni ayat 4 dan 5.

Hamid menjelaskan dugaan pemalsuannya pada ayat 4 yang menyebutkan Badan Arbitrase Partai (BAP) menangani pengaduan atas permintaan DPP berdasarkan rapat harian DPP PAN, padahal sesuai AD/ART hasil kongres menyatakan BAP bisa langsung menyelesaikan gugatan, pelanggaran dan sengketa di internal partai.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009