Brisbane (ANTARA News) - Kesediaan Indonesia menampung para pencari suaka asing yang menunggu proses penelitian Komisi Tinggi Urusan Pengungsi PBB (UNHCR) dan Organisasi Migrasi Internasional (IOM) di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) tidak dengan sendirinya bebas dari celaan.

Celaan atas kondisi Rudenim Tanjung Pinang, Bintan, Provinsi Kepulauan Riau, itu kembali bergaung di media Australia menyusul kesediaan 22 dari 78 orang pencari suaka asal Sri Lanka meninggalkan Kapal "Oceanic Viking" untuk diinapkan di pusat penahanan itu.

Celaan atas kondisi Rudenim Tanjung Pinang itu misalnya digaungkan "The Weekand Australian", Sabtu, mengutip pernyataan seorang migran gelap asal Afghanistan yang menghuni pusat penahanan tersebut.

Menurut suratkabar "The Australian" edisi akhir pekan itu, warga Afghanistan yang tidak disebutkan namanya ini bahkan menganggap kondisi pusat penahanan imigrasi Tanjung Pinang ini tidak pantas bagi binatang apalagi manusia.

Celaan yang sama sebelumnya juga dilayangkan warga Australia yang menginginkan pemerintahnya menerima kedatangan para pencari suaka Sri Lanka yang tertahan di Kapal "Oceanic Viking".

Dalam suratnya yang diterbitkan "The Weekend Australian" edisi 31 Oktober- 1 November 2009, warga Australia asal Corinda, Queensland, Jay Esslingen, menggambarkan kondisi pusat penampungan para pengungsi yang dimiliki Indonesia itu tak manusiawi dan bahkan tak pantas bagi binatang.

Setelah bertahan beberapa pekan di atas "Oceanic Viking" sebanyak 22 dari 78 orang pencari suaka asal Sri Lanka akhirnya bersedia meninggalkan kapal berbendera Australia yang lego jangkar di perairan Pulau Cempedak, Kabupaten Bintan, untuk diinapkan di Rudenim Tanjung Pinang, Jumat.

Seorang pencari suaka itu mengaku mendapat jaminan pemerintah Australia untuk bisa tinggal di Australia namun Perdana Menteri Kevin Rudd menepis anggapan bahwa para pencari suaka itu mendapat perlakuan khusus pemerintah.

Seperti dikutip "The Australian" Rudd mengatakan, tawaran kepada para pencari suaka Tamil Sri Lanka yang bertahan di atas Kapal "Oceanic Viking" itu sejalan dengan kewajiban internasional Australia berkaitan dengan penanganan para pencari suaka dan pemukiman kembali para pengungsi.

Sebanyak 56 orang pencari suaka Sri Lanka, termasuk lima orang wanita dan lima orang anak-anak, masih bertahan di "Oceanic Viking" yang kembali mendapat perpanjangan izin instansi terkait RI untuk lego jangkar di perairan Pulau Cempedak, Kabupaten Bintan.

Picu perdebatan politik
Drama penolakan para pencari suaka asal Sri Lanka untuk dipindahkan dari Kapal Bea Cukai Australia, "Oceanic Viking", ke Rudenim Tanjung Pinang itu memicu perdebatan politik antara kubu pemerintah dan oposisi serta publik di Australia.

Sejak September 2008, Australia terus diganggu kedatangan ribuan orang pencari suaka asal sejumlah negara yang didera perang, seperti Afghanistan dan Sri Lanka. Dalam pelayaran ke Australia itu, beberapa perahu pengangkut pencari suaka tersebut dilaporkan bocor dan tenggelam.

Pada 1 November lalu, misalnya, sebuah perahu berpenumpang 39 orang yang diduga pencari suaka asal Sri Lanka tenggelam di perairan sekitar 640 kilometer baratlaut Pulau Cocos Australia. Dalam kecelakaan itu, 27 orang selamat dan 12 orang lainnya tewas.

Dalam menyikapi isu kedatangan ribuan pencari suaka ke negaranya, PM Rudd melihat "faktor-faktor keamanan global" sebagai pendorong munculnya kasus-kasus baru para pencari suaka ke Australia sedangkan kubu oposisi menuding perubahan kebijakan pemerintah federal Australia sebagai pemicunya.

Di era pemerintahan PM John Howard, Australia menerapkan kebijakan "Solusi Pasifik", yakni para pencari suaka yang tertangkap di perairan negara itu dikirim ke Nauru. Mereka yang dianggap pantas, diberi visa proteksi sementara.

Setelah pemerintahan beralih ke Partai Buruh Australia, kebijakan "Solusi Pasifik" dan "visa proteksi sementara" ini kemudian dihapus.

Sebagai penggantinya, pemerintahan PM Rudd sepenuhnya memberdayakan keberadaan pusat penahanan imigrasi di Pulau Christmas dan memberikan visa residen tetap bagi para pencari suaka yang telah menjalani pemeriksaan dan mendapatkan status pengungsi.

Setiap tahun Australia menerima sedikitnya 13.500 orang pengungsi.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009