Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengaku mendengarkan pikiran dan pandangan semua pihak, termasuk masyarakat luas di semua daerah, tentang kasus hukum Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto.

Dalam acara silaturahmi Presiden dengan pemimpin redaksi media massa nasional di Istana Negara, Jakarta, Minggu malam, Presiden menjanjikan konstruksi yang tepat dalam keputusan yang akan diambil pemerintah untuk menyudahi polemik kasus Chandra dan Bibit.

Menurut rencana, pada Senin malam 23 November 2009 Presiden Yudhoyono secara langsung akan menyampaikan sikap pemerintah atas kasus hukum Bibit dan Chandra.

Pada Minggu, Presiden telah memanggil Kapolri Bambang Hendarso Danuri dan Jaksa Agung Hendarman Supanji untuk mendengarkan posisi kedua institusi tersebut atas kasus hukum Chandra dan Bibit.

Presiden pada hari yang sama juga memanggil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD dan Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin A Tumpa untuk mendengar saran dan pertimbangan dari dua pemimpin lembaga negara itu tentang kasus Chandra dan Bibit.

Pada 17 November 2009, Presiden telah menerima rekomendasi Tim Independen Verifikasi Fakta dan Proses Hukum Chandra-Bibit atau Tim Delapan yang menyarankan penghentikan penyidikan kasus Bibit dan Chandra.

"Saya mendengar pikiran, pandangan, posisi masyarakat luas di Jakarta maupun daerah. Saya juga mendengar apa yang dilaporkan kepolisian dan kejaksaan meski tidak mencampuri segi teknis. Saya juga mendengar tim delapan, mendengar berbagai pihak termasuk konsultasi dengan Ketua MK dan MA karena ini wilayah `justice`, sehingga konstruksi yang tersedia akan kita pilih menjadi tepat," tuturnya.

Presiden dalam acara silaturahmi itu kembali menegaskan sikapnya yang tidak ingin memasuki wilayah hukum dan melampaui kewenangan.

"Saya juga sudah pahami semuanya itu, saya pelajari dalam kurun waktu sejak Tim Delapan melaporkan hasilnya. Dengan demikian semuanya itu menjadi pertimbangan dengan koridor yang ada dan mencegah saya menggunakan sesuatu yang bukan kewenangan saya," jelasnya.

Kepala negara juga menyampaikan bahwa yang berhak untuk menentukan seseorang bersalah atau tidak dalam melakukan tindak pidana adalah proses pengadilan.

Namun, untuk menghindari komplikasi yang tidak perlu, kasus hukum yang tidak memiliki cukup buktinya seharusnya tidak dilanjutkan ke meja hijau.

"Besok dengan bahasa yang mudah-mudahan dimengerti oleh rakyat, saya sampaikan posisi dan apa yang mesti dilakukan negara kita terhadap masalah seperti itu," ujarnya.

Presiden dalam acara itu juga menjelaskan sikap diamnya selama ini atas kasus Chandra dan Bibit adalah demi menghormati Tim Delapan yang masih bekerja memverifikasi fakta dan proses hukum kasus itu.

Presiden juga mengaku diam terhadap polemik kasus Bank Century karena menghargai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang melakukan audit investigasi dana talangan Bank Century. Menurut rencana, BPK akan menyerahkan laporan hasil audit investigasi itu ke DPR pada Senin 23 November 2009.

Untuk itu, Presiden berjanji memberikan penjelasan gamblang tentang sikap pemerintah atas kasus Chandra-Bibit dan kasus Bank Century pada Senin malam 23 November 2009.

"Bagi saya, jangan sampai `statement` Presiden menambah komplikasi, tapi saya ingin semua dibikin terang, semakin terang untuk makin diketahui duduk persoalan," ujarnya.

Pesiden dalam pertemuan dengan pemimpin redaksi media massa nasional itu juga menyampaikan bahwa sebagai kepala negara ia tidak pernah memiliki keinginan untuk melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena pemberantasan korupsi adalah salah satu agenda prioritas pemerintahannya.

"Tidak pernah ada dalam pemikiran saya sebagai kepala negara yang ingin melemahkan institusi yang justru institusi itu adalah tulang punggung. KPK bersama-sama kepolisian dan kejaksaan dan institusi lain utamanya memberantas korupsi. Pemberantasan korupsi itu sendiri menjadi prioritas agenda ke depan. Jadi sulit dimengerti kalau kepala negara ingin melemahkan KPK," tuturnya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009