Jakarta (ANTARA News) - Ahli kedokteran forensik Munim Idris membantah informasi yang menyebutkan bahwa jenazah Direktur Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnain telah dimanipulasi sebelum diotopsi.

Munim mengatakan hal itu dalam jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat bersama Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Boy Rafli Amar, tim penyidik dan ahli balistik Polri.

Dugaan adanya manipulasi jenazah tercetus dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan terdakwa mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar.

Dokter yang dinas di RSCM tersebut mengatakan, kondisi jenazah memang tidak asli karena korban sebelumnya telah dirawat di dua rumah sakit.

"Usai tertembak, dia tidak langsung meninggal sehingga ada upaya pertolongan dari rumah sakit," katanya.

Kondisi jenazah tidak asli sebagai korban pembunuhan karena ada lubang yang telah dijahit.

Namun, ia dapat mengambil dua peluru yang bersarang di kepala korban yang menjadi penyebab terbunuhnya korban.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Boy Rafli Amar menambahkan, sebelum meninggal, ada upaya untuk memberikan pertolongan di RS Mayapada Tangerang dan RSPAD.

Karena telah ada pertolongan dari dokter maka kondisi jenazah tidak asli dan hal itu tidak bisa dihindari.

Ahli balistik Polri yang menangani kasus ini yakni Kombes Pol Amri Kamil mengatakan, tidak adanya residu di tubuh korban bukan berarti korban tewas ditembak dari jarak jauh hingga belasan meter.

Menurut Amri, dalam ilmu balistik, jarak tembak satu meter dengan korban sudah masuk katagori jauh.

Jika jarak tembak satu meter atau lebih maka residu mesiu tidak bisa menempel di tubuh korban.

"Sudah kita periksa dengan alat yang sangat akurat dan bisa dibuktikan di persidangan bahwa tidak ada sedikitpun mesiu di tubuh korban," ujarnya.

Selain karena jarak tembak lebih dari satu meter, mesiu tidak sampai ke korban karena peluru menembus kaca mobil sebelum masuk ke korban sehingga mesiu tidak ikut menempel di bekas luka.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009