Palu (ANTARA News) - Kasus dugaan penyerobotan tanah yang dilakukan PT. Kurnia Luwuk Sejati (KLS), sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, terhadap lahan petani di daerah itu, penyelesaiannya sebaiknya melalui jalur hukum.

"Kalau petani merasa dirugikan ajukan saja gugatan ke pengadilan. Di sana nanti akan dilihat siapa yang benar dalam masalah ini," kata anggota Komisi IV (Kesra) DPRD Sulteng, Busta Kamindang, di Palu, Selasa.

Busta adalah salah satu anggota DPRD Sulteng yang terpilih dari daerah pemilihan Kabupaten Banggai dan Banggai Kepulauan. Busta sedikit banyaknya tahu masalah konflik petani dan PT. KLS karena ia juga mengaku memiliki lahan plasma di daerah itu.

Dalam beberapa bulan terakhir petani di Kecamatan Toili menuntut agar PT. KLS mengembalikan tanah milik warga yang diduga dikuasai oleh KLS untuk perkebunan sawit.

Beberapa kali petani menggelar unjuk rasa baik di DPRD Sulteng, Polres Banggai, dan Kejaksaan Negeri Banggai serta Pemerintah Kabupaten Banggai, namun masalah tersebut tak kunjung selesai.

Menurut Busta Kamindang, jika proses hukum menyatakan KLS melanggar Hak Guna Usaha (HGU) maka perusahaan milik pengusaha kayu, Murad Nasir itu secara sukarela menerima keputusan pengadilan.

"Sebaliknya kalau petani tidak punya hak atas kepemilikan lahan, juga harus rela melepaskan tanahnya untuk dikelola KLS," kata Busta.

Kasus dugaan penyerobotan tanah dan penyalahgunaan HGU oleh KLS tersebut sudah melibatkan sejumlah pihak antara lain Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sulteng dan Komnas HAM.

Kepala Divisi Advokasi LBH Sulteng, Syahrudin, meminta pemerintah segera mencabut izin HGU dan HTI milik PT. KLS karena banyak masalah yang ditimbulkan. Kawasan HIT misalnya kata Syahrudin, belum dimanfaatkan menanam tanaman industri.

"Kelihatannya kawasan HTI diduga akan dikembangkan menjadi perkebunan sawit," katanya.

Demikian halnya Komnas HAM. Wakil Ketua Komnas HAM, M Ridha Saleh pada pertengahan November lalu telah melakukan verifikasi atas laporan dugaan pelanggaran hak-hak petani di perkebunan sawit PT. KLS tersebut dan direkomendasikan penghentian aktivitas baik perusahaan maupun petani di areal sengketa. Namun PT. KLS melanggar rekomendasi tersebut dengan tetap melakukan aktivitas perusahaan di areal sengketa.

Kepala Bagian Umum Personalia dan Legal PT. KLS, Yulius Tipa membantah jika terjadi pelanggaran terhadap penggunaan HGU dan HTI.

"Tidak ada penyalahgunaan kawasan HGU dan HIT. Kami juga membayar upah sesuai UMP," katanya.

Walau menepis penyalahgunaan kawasan HGU dan HTI, Yulius tidak membantah jika tim evaluasi dari pemerintah provinsi telah melakukan verifikasi atas dugaan penyerobotan tanah warga dan pelanggaran kawasan HGU dan HTI.

"Ia ada tim Pemerintah Provinsi. Kita Tunggu saja hasilnya," kata Yulius. (*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009