Yogyakarta (ANTARA News) - Objek wisata ziarah Makam Raja-raja Mataram di Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Minggu, dipadati wisatawan.

Sejumlah wisatawan, baik rombongan siswa sekolah maupun keluarga yang memanfaatkan libur panjang itu, di antaranya datang dari berbagai kota di Pulau Jawa bahkan luar Jawa.

Mereka datang ke Makam Raja-raja Mataram di Imogiri selain untuk menikmati pemandangan bukit Imogiri, sebagian melakukan ziarah ke makam raja-raja Mataram, Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, dan Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

"Sejak memasuki masa libur sekolah banyak wisatawan khususnya rombongan pelajar yang datang ke makam ini, tidak saja dari Yogyakarta, tetapi juga dari luar daerah," kata abdi dalem juru kunci Makam Imogiri Mas Ngabehi Jaga Mandholo di Imogiri.

Menurut dia, mereka yang datang sebagian besar berwisata, dan sebagian lainnya melakukan ziarah.

Ia mengatakan wisatawan yang berkunjung ke makam ini cukup banyak. "Pada hari libur biasa atau hari Minggu, jumlah pengunjung tidak sebanyak saat ini," katanya.

Juru kunci itu mengatakan wisatawan yang berkunjung ke Makam Imogiri memiliki banyak kepentingan, di antaranya berwisata, ziarah, bahkan ada yang untuk memenuhi nadar karena cita-citanya terkabul.

"Jika mereka datang pada siang hari, lebih banyak dengan tujuan wisata. Namun, jika datang pada malam-malam tertentu, bisa dipastikan untuk berziarah," kata Mas Ngabehi Jaga Mandholo yang nama kecilnya Muridhan.

Menurut buku saku tentang riwayat Makam Imogiri Mataram yang banyak dijual di tangga masuk ke makam itu, makam ini merupakan kompleks makam raja-raja Mataram dan keluarganya.

Makam ini dibangun oleh Raja Mataram Sultan Agung pada 1632 - 1640 Masehi. Dia adalah raja Mataram pertama yang dimakamkan di Imogiri.

Di makam Imogiri juga dimakamkan Raja-raja Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, dan yang terakhir dimakamkan di makam ini adalah almarhum Sri Sultan Hamengku Buwono IX serta Raja-raja Kasunanan Surakarta.

Raja Kasunanan Surakarta yang terakhir dimakamkan di makam ini adalah Sri Susuhunan Paku Buwono XII.

Pada setiap 1 Sura, berdasarkan perhitungan kalender Jawa, selalu diadakan upacara tradisional membersihkan atau `menguras` air isi tempayan (kong atau enceh). Setelah dikuras, kemudian diisi air pengganti ke dalam tempayan itu.

Upacara tradisional ini selalu ditonton warga setempat dan sekitarnya, bahkan dari luar daerah. Sebagian dari mereka memperebutkan air bekas isi tempayan yang dikuras untuk diminum atau membasuh muka.

Mereka percaya air itu dapat mendatangkan keberuntungan dan kesehatan.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009