Semarang (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi C DPRD Jawa Tengah, Muhajir M Ardian, mengungkapkan bahwa praktik pemberian komisi (fee) dari Bank Jateng kepada pejabat daerah, sudah dihentikan sejak 2005 silam.

Hal tersebut disampaikan Muhajir di Semarang, Minggu, menanggapi dugaan Komisi Pemberantasan Korupsi tentang banyaknya pejabat daerah yang menikmati komisi dari bank pembangunan daerah.

"Praktik pemberian fee ini sudah hilang sejak tahun 2005 dan tidak diketahui siapa saja yang pernah menerimanya," kata politikus Partai Persatuan Pembangunan ini.

Menurut dia, pejabat daerah seharusnya dilarang menerima komisi semacam itu, karena pemberian itu bukan merupakan bagian dari dividen yang dibagikan bank pembangunan daerah.

Sementara, lanjut dia, komisi yang diduga diterima oleh pejabat daerah ini masuk ke kantong perorangan.

Namun, jika dugaan Komisi Pemberantasan korupsi tersebut benar, ia mendesak direksi Bank Jateng periode saat ini untuk menelusuri siapa saja pejabat daerah yang diduga menerima komisi tersebut.

"Telusuri semua yang diduga pernah menerima fee ini, kemudian cari solusinya," kata Wakil Ketua Komisi yang membidangi masalah keuangan ini.

Ia menuturkan, jika Komisi Pemberantasan Korupsi meminta pejabat daerah yang diduga menerima komisi tersebut agar mengembalikan, maka hal tersebut akan sulit dilakukan.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Haryono Umar mengungkapkan, banyak pejabat daerah yang menikmati komisi dari bank pembangunan daerah.

Menurut dia, pemerintah daerah menyimpan uang anggaran pendapatan dan belanjanya di bank pembangunan dan pejabat daerah menerima komisi dari uang yang disimpan tersebut.

Uji petik yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap enam bank pembangunan daerah diketahui komisi yang diberikan mencapai total Rp360 miliar.

Keenam bank tersebut masing-masing Bank Sumut, Bank Jabar-Banten, Bank DKI, Bank Jateng, Bank Jatim dan Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Timur.

Khusus untuk Bank Jateng, komisi yang telah diberikan mencapai sekitar Rp51 miliar.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010