Kotabaru (ANTARA News) - Perusahaan yang telah menerima "proper hitam" dua kali akan diajukan ke pengadilan karena perusahaan tersebut tidak ada niat untuk mengelola lingkungan dengan baik.

"Mereka seenaknya sendiri melepas limbah, sehingga menyebabkan pencemaran dan mengakibatkan masyarakat sekitarnya hidup tidak sehat," kata Menteri Negara Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta, di Kotabaru, Kalimantan Selatan, Minggu.

Selain perusahaan yang diajukan ke pengadilan untuk menerima hukuman, pejabat yang memberikan ijin juga harus ditindak tegas karena ia telah memberikan ijin dengan sembarangan.

Menurut Menteri, setelah mendapatkan haknya beroperasi dan memperoleh keuntungan, perusahaan seharusnya melaksanakan kewajibannya dengan Upaya Kelola Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL/UPL) dengan baik.

Menteri yang baru saja melaksanakan inspeksi mendadak (sidak) ke sejumlah pertambangan di Hulu Sungai, di Kalimantan Selatan pada Sabtu (6/2), mengaku menemukan banyak kawasan terbuka bekas digali yang ditinggalkan dan ditelantarkan oleh perusahaan.

"Banyak galian bekas tambang yang ditelantarkan pengusaha, sehingga air asam di lokasi tambang dan tidak dikelola dengan baik tersebut masuk ke daerah aliran sungai sehingga membahayakan masyarakat yang memanfaatkan air sungai tersebut," ujarnya.

Oleh sebab itu, kata dia, perusahaan harus melaksanakan UKL/UPL dengan baik dan mengelola lingkungan dengan berkelanjutan.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan Lingkungan, Sahril Fathoni, menjelaskan, untuk menindak tegas perusahaan yan menerima proper hitam tersebut akan dibentuk tim yang terdiri dari Departemen Lingkungan Hidup, Depaartemen Kehutanan dan departemen terkait lainnya.

"Tim ahli akan menilai apa-apa saja yang tidak dilaksanakan perusahaan sehingga mereka mendapatkan proper hitam, dan sejauh mana tingkat kesalahannya," ujarnya.

Hukuman yang akan ditetapkan pengadilan dapat berupa ganti rugi, atau berbentuk yang lainnya.(I022/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010