Yogyakarta (ANTARA News) - Independensi Bank Indonesia (BI) berpeluang menimbulkan terjadinya dilema hukum bagi para pengambil kebijakan, kata Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD.

"Dalam hal ini, bukan saja independensi yang dimasalahkan, tetapi melebar sampai ke masalah posisi, kewenangan, dan kekuasaan," katanya pada seminar peran dan fungsi bank sentral dalam sistem keuangan dan perekonomian nasional, di Yogyakarta, Sabtu.

Bahkan, menurut dia, sampai menyentuh pada kemungkinan untuk bisa "mengkriminalkan" kebijakan pada saat melaksanakan tugas. Dalam hal ini, kebijakan BI seolah menjadi terbuka untuk dikriminalkan meskipun kebijakan itu ditempuh atau diambil dalam rangka pelaksanaan tugas.

"Mempersoalkan atau bahkan `mengkriminalkan` kebijakan adalah isu yang masih penting dan menarik dibahas. Apalagi itu akan terkait erat dengan aktivitas BI ke depan terutama dalam rangka tugas pencapaian tujuan bank tersebut," katanya.

Ia mengatakan, ada ketentuan dalam Undang-undang (UU) Nomor 23 tahun 1999 yang memperbolehkan BI untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter. Dalam konteks itu, ada ketentuan yang intinya pembuat kebijakan tidak dapat dihukum karena telah mengambil keputusan yang sejalan dengan tugas dan wewenangnya.

"Kedudukan BI dalam UU Nomor 23 Tahun 1999 ditentukan menjadi independen. Namun, kedudukan itu tidak begitu saja mulus dapat diterima dan dipahami, bahkan tidak sedikit yang justru mempertanyakan atau menggugat independensi itu," katanya.

Jadi, menurut dia, pada posisi apa pun BI menjadi serba salah, tidak independen maupun independen tetap saja menuai kritik. Ketika tidak independen, BI dikatakan hanya menjadi alat kekuasaan, tetapi setelah ditentukan sebagai lembaga independen tetap saja dimasalahkan.

Ia mengatakan, dengan independensi, terbuka kemungkinan BI melalui para pimpinan bertindak arogan, bahkan seolah tidak dapat dikontrol.

"Independensi juga menumbuhkan superioritas dan mendorong pimpinan lebih `bebas` dan `berani` membuat kebijakan maupun pernyataan yang sebenarnya memerlukan kedalaman pemikiran. Jadi, ada risiko ketidakcermatan," katanya.(B015/H008)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010